Pendahluan
Dalam sejarah perkembangannya agama-agama besar sering dijumpai
suatu kondisi dimana agama besar yang sudah keluar dari tempat asalnya dan
bersinggungan dengan agama atau kebudayaan, tradisi disuatu tempat, akan
melahirkan suatu pemahaman atau bahkan varian baru agama tersebut.
Ada beberapa pola hasil persinggungan antara agama besar dengan agama
local setempat. Terkadang agama besar dapat masuk dan dapat menggantikan
kepercayaan setempat atau bahkan bisa saja tertolak karena kuatnya resistensi
dari kepercayaan setempat. Namun hasil persinggungan antara agama besar dengan
agama lokal yang banyak
dijumapai di Indonesia
adalah adanya akulturasi bahkan sampai sinkretisasi. Hal ini tentu saja karena
kuatnya resistensi dari masyarakat dalam memegang adat istiadatnya. Di Bali hal
ini dapat kita temukan dengan melihat agama hindu bali di Trunyam.
Trunyam adalah nama sebuah daerah disekita danau
Batur, Bali. Dari beberapa artefak yang ditemukan daerah ini diketahui
sangat tua dan mewarisi budaya-budaya megalitikum. Hal ini misalnya dapat
diketahui dengan adanya patung dewa Trunyam, Ratu Sakti Pancering Jagat[1]
Dan lain sebagainya.
Kepercayaan asli Trunyam adalah Ancestor
Worship[2],
Animisme, Animatisme dan Dinamisme. Namun setelah hindu datang
kepulau Bali dari Jawa sekitar abad ke-X dan menguasai wilayah ini. Setelah
kepercayaan Trunyan ter-Hindu-kan maka kepercayaan Trunyam kemudian disebut
kepercayaan Hindu Bali Trunyam dan diakui sebagai bagian dari Hindu Dharma di
Indonesia.
Walaupun telah terhindukan, bukan lantas
keprcayaan aslinya hilang. Pada kenyatannya, agama Hindu hanya menjadi pola
dasar pengembangan agama Trunyam selanjutnya. Ini terlihat dari pemakaian
liturgi Hindu Bali yang digunakan bukan untuk memuja dewa-dewa yang berasal
dari India, tapi untuk memuja Ratu Sakti Pancering Jagat, permaisurinya dan
leluhur orang-orang Trunyam.[3]
Kini berkat ajaran oarng-orang Hindu Dharma, orang
Trunyam telah mengenal Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, yang biasa
disebut Sang Hyang Emaban. Tuhan yag ada dimana-mana, dan Ratu Pancering Jagat,
dewa tertinggi sebagai penjelmaan dari Sang Hyang Widhi. Konsekuensinya,
Trimurti adalah putra-putra dewa tetinggi yang maha pengasih. Penjaga
ketertiban alam dan kesusilaan.
Sistem kepercayaaan orang Trunyam
Kepercayaan yang menghubungkan dengan sistem
kepercayaan orang Trunyan adalah kepercayaan mengenai: 1) dunia gaib, 2)
dewa-dewa, 3) makhluk-makhluk halus, 4)roh peribadi dan roh leluhur, 5)
kekuatan sakti, 6) kepercayaan mengenai penyakit dan kematia, 7)kepercayaan
mengenai hidup dan hidup setelah mati, 8) kesusteraan suci.
Ø Dunia Gaib
Orang sadar trunyan sdadar bahwa
dirinya terdiri dari dua aspek, yaitu dunia yang nyata dan dunia yang tidak
tampak. Yang terakhir ini adalah yang berhubungan dengan sistem kepercayaanya.
Dunia berada diluar jangkauan panca indera dan diluar batas akalnya. Didalam
aspek dunia kedua inilah terdapat berbagai mahkluk halus dan kekuatan sakti,
yang taidak dapat dikuasai manusia secara biasa. Dan karena kebanyakan orang
Trunyam tergolong tidak mempunyai ilmu gaib untuk menghadaoi mahkluk-mahkluk
halus tersebut, maka jalan yang ditempuh untuk menghadaoi mahkluk-mahkluk halus
tersebutadalah dengan mengambil hati mereka serta menyembahnya, maksud
penyembahan yang mereka lakukan adalah agar mahkluk-mahkluk gaib tersbut
menjadi senang dan melindungi mereka serta membantu kehidupan orang Trunyan.
Ø Dewa-Dewa
Jumlah dewa-dewa orang Trunyan
sangat banyak dan ada susunannya. Kebanyakan dari mereka itu mempunyai tempat
persemayaman (pelinggih) tersendiri
di dalam kuil utama Trunyan, Bali desa pancering Jagat Bali.
Dewa-dewa di Trunyan dapat
dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan beberapa macam kriteria,
diantarnya sebagai berikut:
A.
Berdasarkan
hubungannya dengan raja dewanya (Ratu Sakti Pancering Jagat)
Dalam kriteria ini terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:
1. Dalam hubungan kekerabatan.
Dewa-dewa yang tergolong
kerabat dewa tertinggi Trunyan adalah Ratu Ayu Pinyit Dalam Dasar, yang
merupakan permaisurinya, Ratu Ayu Mekulem, merupakan istrinya yang lain, dan Ratu
Gede Dalam Dasar, yang merupakan putra tertuanya dari hasil perkawinannya
dengan permaisurunya.
2. Dalam hubungan pemerintahan.
Dewa-dewa yang tergolong dalam
pemerintahan kerajan Ratu Sakti Pancering Jagat antara lain: Ratu Sakti Gunung
Agung, yang mengurus mencarikan dana bagi perayaannya; Ratu Sakti Meduwe Gama
Ujung Sari, yangmegurus pembuatan awig-awig
(undang-undang); Ratu Sakti Pujangga Lueh, yang bertugas sebagai pendeta
kerajaan, yangmengurus hal keagamaan dan pembuatan tirtha (air suci); Ratu Sakti Meduwe Raja, yang bertugas sebagai
sekretarisnya; Ratu Ayu Manik Surat Mepura Kangin dan Ratu Ayu Manik Sutra
Mepura Kaoh, dua orang dewa kembar yang bertuga mengawasi tingkah para pesuruh
desa yaitu para buta kala; Betara
Kaler, yang bertugas sebagai panglimanya; Ratu Wayan Purus Mandi,yang bertugas
sebagai jaksa kerajaan; dan Ratu Wayan Besang Bedel, yang bertugas sebagai
hakim kerajaannya.
B.
Berdasarkan
perbedaan loksi pelinggihnya.
Berdasarkan lokasi
pelinggihnya, dewa-dewa di Trunyan dapat pula dibagi menjadi dua golongan
yaitu:
1. Berada di desa induk Trunyan (Belongan Trunyan)
Dewa-dewa dari golongan
pertama ini adalah mereka yang merupakan kerabat dan para menteri dewa
tertinggi Trunyan. Dewa-dewa ini bersemayam di dalam kuil utama Trunyam, Bali
desa Pancering Jagat Bali.
2. Berada di tempek-tempek
Para dewa dari golongan kedua
ini adalah mereka yang hanya dipuja penduduk desa tertentu dan warga dadia tertentu. Contohnya yang pelinggih-pelinggihnya berada di pura bunut
yang terletak di tempek. Para dewa tersebut tidak dipuja oleh seluruh penduduk
Trunyan, melainkan asli tempek tersebut.
C.
Berdasarkan
jumlah pemujanya.
Dewa-dewa Trunyan dapat pula dibagi
menjadi dua golongan berdasarkan jumlah pemujanya, yaitu desa atau Dadia
(klen kecil patrineal). Dewa-dewa golongan pertama adalah mereka yang
merupakan kerabat serta pembantu (menteri) dewa tertinggi Trunyan dan
bersemayam didalam kuil utama Trunyan. Dewa-dewa golingan kedua adalah mereka
yangmerupakan leluhur masing-masing Dadia,
dan bersemayam di sanggh dadia-dadia
masing-masing.
Para dewa Trunyan sebagian
besar bersifat pengasih dan selalu melindungi penduduk Trunyan, dan sebagian
kecil bersifat suka menghukum. Ada satu dwa yang tidak mempunyai pelinggih
khusus, yaitu Empu Rare atau Kumara. Tugas dewa tersebut adalah menjaga seorang
anak bayi yang baru lahir, sampai usia 12 bulan. Dewa ini hanya dipuja jika
sebuah rumah tanggal kelahiran seorang anak bayi.
Dewa-dewa di Trunyan juga
mempunyai lambang suci yang disimpan di dalam pelinggih-pelinggih masing-masing. Lambang tersebut dapat dibagi
dua, yaitu yang pertama disebut pertima,
yang dibuat manusia, dan yang kedua yang disebut piturun, diyakini oleh orang
Trunyan diturunkan langsung dari langit oleh dewa yang bersangkutan.
Ø Mahkluk-Makhluk Halus
Selain para dewa, orang
Trunyan juga yakin bahwa didunia alam gaib ada mahkluk halus seperti Buta Kala, Anak diPeteng, Jin,
bintang-bintang gaib dan lain sebagainya.
1. Buta
kala adalah roh halus
yang bukan berasal dari manusia. Kedudukannya masih lebih rendah dari para
dewa. Karena mereka merupakan pesuru-pesuruh dewa. Buta kala berbeda dengan
para dewa karena sifatnya yang bermusuhan dengan manusia, selalu mengganggu
manusia. Mereka akan berhenti mengganggu manusia jika diberi sesajian khusus
yaitu yang disebut caru. Tempat
tinggal para buta kala ini disekita bali Desa Pancering Jagat Bali. Didalam
Bali Desa mereka berada terutama dibawah pohon beringan yang terletak di kompleks Kemulan Kangin dan pohon nangka
tua di Tinggkih tengah. Buta kala sering menampakkan diri dalam bentuk raksasa
atau seekor kuda.
2. Mahkluk halus yang disebut anak di peteng
ada tiga macam, yaitu: hantu, nyama pat[4]
(empat saudara), jim dan roh anak
kecil.
a. Hantu adalah roh manusia Trunyan, yang
oleh kerabatnya yang masih hidup, belum juga di-aben-kan walaupun ia sudah lama
meninggalkan badan kasarnya. Roh-roh semacam ini menjadi jahat karena kesal
tidak dapat melepaskan diri dari kehidupannya yang lama. Menurut kepercayaan
orang Trunyan, roh-roh yang dapat menjadi hantu
hanyalah roh-roh yang pada waktu meninggalnya telah menikah dan juga mati
secara tidak wajar. Hal ini disebabkan karena mereka termasuk roh yang paling “kotor” (sebel), sehingga selama belum
melalui upacara pembersihan serta pengabenan
harus bertempat tingal di tempat paling kotor.
b. Nyama
Pat adalah roh-roh empat
saudara seorang anak bayi Trunyan, sewaktu masih dalam rahin ibunya. Empat
saudara tersebut adalah yeh nyem (air
tuban), getih (darah), ari-ari(placenta), dan tali pusat.
c. Jim mungkin berasal dari kata jin. Penampilan
roh ini berupa seorang perempuan atau lelaki. Roh ini dibedakan dari hantu, karena bukan berasal dari orang Trunyan.
Tempat kediaman jim ini di jalan Batu
Gede.roh terakhir yang temasuk dalam kategori anak di peteng adalah roh-roh anak kecil, yang sering menampilkan
diri di jalan megalitik batu gede, yaitu dibagian yang berada tepat di atas setra nguda (tempat pemakaman anak kecil
dan teruna/debunga). Mereka ini tidak
bersifat jahat, hanya suka meminta makan, maka orang yang lewat dijalan
tersebut harus memberi sajian.
3. Didalam kepercayaan orang-orang Trunyan
ada pula bintang-binatang gaib yang disebut Druwe,
dan dianggap sebagai piaraan dewa. Bintang-binatang gaib yang termasuk dalam
kategori ini adalah naga bersisik dan berjengger emas, ular, kelelawar dan
harimau. Naga ini tunggangan Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar dan putranya yang
bernama Ratu Gede Dalam Dasar. Upacara mekelem,
yaitu memberi sajian dengan menenggelemkannya kedalam danau untuk para piaraan
dewa tersebut. Naga ini ada kalanya bermain di dalam penaleman (bagian kuil utama Trunyan yang tersuci).
Ø Roh Pribadi Dan Roh Leluhur
Orang Trunyan juga membedakan
badan kasar degnan badan halus, jika badan kasar dapat lenyap setelah orang
yang memilikinya meninggal, maka badan halusnya atau rohnya tidak.
Roh manusia adalah abadi, dan
roh tersebut akan terus kembali menitis ketubuk kasar orang se-dadia-nya. Penitisan terus-menerus suatu
roh didalam suatu dadia dari generasi kegenrasi yang lain, menyebabkan orang
Trunyan tidak berani menyakiti anak dan keturunannya. Dan setiap orang Trunyan
harus menghormati tubuh halusnya, karena jiwa yang bersemayam di dalam tubuh
pribadinya adalah roh dari salah seorang leluhur mereka. Roh-roh leluhur yang
menitis kembali pada orang Trunyan ada kalanya berasal dari mereka yang sudah
mempunyai kedudukan sebagai dewa. Roh-roh leluhur yang telah mencapai tinggakat
kedewan in jika menitis selalu kedalam tubuh anak-anak kembar dua. Anak kembar
dua yang berkelamin sama disebut kembar
patuh, Anak kembar dua yang berbeda jenis kelami disebut kembar buncing, dan kembar tiga atau
lebih disebut kembar telu. Dengan
kelahiran anak kembar ini bukan saja keluarga yang melahirkan berada dalam
keadaan sebel, yaitu muharram, tetapi seluruh desa Trunyan.
Hal yang perlu diperhatikan
dalam masalah kelahiran anak kembar di Trunyan adalah mengenai dualisme, yaitu
disatu pihak ia dianggap sial, tetapi dipihak lain ia diangga sebagai
keberuntungan.
Anak-anak kembar jika dapat
hidup, selama hidupnya dianggap suci sehingga mendapat gelar kesucian yaitu: Jero Patuh untuk Kembar Patuh, Jero Salit untuk
Kembar Buncing, dan Jero Telu untuk kembar tiga.
Ø Kekuatan Sakti
Orang Trunyan seperti hanya
bangsa-bangsa di sunia ini juga mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib dalam
gejala-gejala yang luar biasa. Gejala-gejala dan hal-hal yan gluar biasa
tersebut dapat berupa gejala-gejala alam, tokoh-tokoh manusia, bagian-bagian
tubuh manusia, bintang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda dan lain sebagainya.
Gejala-gejala yang orang
Trunyan anggap mempunyai tenaga gaib adalah angin, yang bertiup dari arah barat
laut, yaitu dari arah desa Songan. Angi tersebut disebut angin Gering, yang berarti angin penyakit.
Tokoh-tokoh manusia yang
dianggap mempunyai kekuatan tenaga gaib adalah para balian di Trunyan, karena mereka mempunyai tenaga untuk menguasai
tenaga alam seperti hujan, untuk mencelakai orang dengan cara gaib, atau
menyembuhkan orang sakit. Guru Parbawi misalnya, seorang balian terkemuka yang dapat mendatangkan dan mengusir hujan.
Ø Kepercayaan Mengenai Penyakit Dan Kematian
Penyakit bagi orang Trunyam
sangat erat kaitannya dengan alam gaib, menurut mereka penyebab utama dari
suatu penyakit adalah anak di peteng
(roh jahat). Manusia yang terbentur anak di peteng maka akan sakit. Sakit juga
disebabkan roh pribadi si sakit marah, biasanya ini disebbkan hari lahirnya
tidak diupacarakan (otonan). Selain
dua sebab diatas peran balian pengiwa yang dapat mengerahkan roh-roh jahat juga
diyakini dapat menjadi sebab dari suatu penyakit.
Seseorang yang meninggal dalam
kepercayaan Trunyan akan dimakamkan sesuai dengan kondisi kematiannya. Ada dua
macam jenis pemakaman di Trunyan. Yaitu exposure[5]
dan inhumation. Oleh karena itu di desa Trunyan disediakan tiga tempat
pemakaman: (1) Sema Wayah,
dipergunakan untuk pemakaman mepasah
(exposure). (2) Sema Bantas,
dipergunakan bagi pemakaman dengan penguburan. (3) Sema Nguda, dipergunakan bagi kedua jenis penguburan.
Eskatologi orang Trunyan
menyakini adanya surga. Orang-orang yang meninggal dalam keadaan belum kawin
atau anak-anak akan langsung masuk surga. Sedangkan yang lainnya setelah
meninggal akan gentayangan menunggu jenazahnya diabenkan. Setelah itu baru bisa
menitis kembali. Jika tidak diabenkan ia mengganggu kerabatnya. Uniknya orang
Trunyan lebih memilih menitis kembali dari pada masuk kedalam surga.[6]
Ø Kesusasteraan Suci
Seperti juga bangsa-bangsa di
dunia, orang Trunyan juga mempunyai kesusasteraan suci atau mite (myth). Mite tersbut adalah: mite
tentang dewi yang turun dari langit, dan legenda tentang anak-anak dalem solo
yang mengembara mencari sumber bau-bauan harum.
Funsi mite ini untuk
menerangkan asal usul penduduk Trunyan serta para dewa-dewanya. Mite ini
dianggap suci dan setahun sekali di dramakan semacam drama pantomine pada Odalan Ratu Sakti Pacering Jagat pada Purnama Ing Kapat. Dan drama ini
dianggap bertuah, jika dapat dipertunjukkan akan mendatangkan kesuburan pada
tanah-tanah penduduk, tanaman serta binatang pelliharannya.
Upacara Keagaman Di Trunyan
Upacara keagamaan di Trunyan dapat dibagi menjadi
lima jenis:
ü Dewa
Yadnya. Biasa disebut
dengan Odalan, yang bertujuan untuk
mengambil hati dewa yang diupacarakan. hampir stiap bulan ada upacara ini. Salah satunya adalah upacara
Saba Gede yang dilakukan pada saat Tilem
Kesanga dan Odalan Ratu Pingit Dalem pada
saat purnama Sadha.
ü Pitra
Yadnya. Upacara yang
dilakukan untuk para leluhur dan para kerabat, juga apabila ada kematian.
ü Resi
Yadnya, upacara yang
dilakukan untuk pentahbisan pendeta
ü Buta
Yadnya, upacara yang
dilakukan untuk para buta kala, biasa juga disebut dengan Mecaru
ü Manusia
Yadnya, upacara yang
dilakukan untuk manusia yang masih hidup. Misalnya upacara ulang tahun otonan
yang berlangsung enam bulan sekali.
Dalam kebudayaan orang Trunyan, jika seseoran
tidak dalam keadaan sebel maka bisa dikatakan bahwa upacara-upacara yang rutin
akan dilakukan setiap lima belas hari sekali. Dari kelima jenis upacara diatas hanya upacara
Odalan, Mecaru dan Otonan yang dapat dikatakan sebagai upacara rutin.
Hindu Trunyan tidak memiliki hari raya yang sama
dengan Hindu di Bali pada umumnya. Hari-hari raya seperti galangan, kunigan,
ciwartri, saraswatri, dan pagerwesi, tidak dirayakan. Bahkan nyepi pun tidak.
Jika diantara mereka melakukan amati geni pada saat nyepi bukan karena mereka
merayakan tatapi karena takut tidak disebut sebagai orang Hindu oleh orang Hindu
Bali fanatik. Hari dimana upacara seba gede dilakukan bisa dikatakan sebagai
hari raya yagn terbesar bagi orang Trunyan, selain itu hair pelaksanaannya
bertepatan dengan hari raya nyepi.
Penutup
Walaupun banyak yang bilang Bali Trunyan adalah Hindu namun pada
kenyatannya banyak dari ajaran maupun keprcyaan mereka yang berbeda dari orang
Hindu yang ada di Bali pada umumnya.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-besarnya
apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk memperbaiki pada pembuatan
makalah kami yang selanjutnya.
makalah kami yang selanjutnya.
[1] Dakam mitologi
orang Trunyam patung ini dianggap diturunkan dari langit oleh para dewa,
memiliki ketinggian kurang lebih empat meter.
[2] Ancestor
Worship adalah
kepercayaan yang berdasarkan pemujaan leluhur. Animisme adalah
kepercayaan tentang adanya roh-roh lain dilingkungan sekitar, sehingga perlu
untuk dipuja. Animatisme adalah kepercayaan bahwa benda-benda dan
tumbuhan juga memiliki perasaan seperti manusia. Dinamisme adalah
kepercayaan adanya kekuatan sakti pada setiap hal atau benda yang luar biasa.
[3] Kedaan ini pada
umumnya belaku pada agama hindu di seluruh Indonesia, namun di Trunyam hal ini
lebih menonjol. Agama Hindu yang dating dari India
hanya menjadi jubah baru bagi jiwa asli kebudayaaan Indonesia.
[4] Kepercayaan orang bali
pada umumnya menyebutkan dengan kanda mpat, perbedaannya jika nyama pat dinggap
sebagai saudara muda, maka kanda mpat dinggap sebagai saudara tua. Lihat C.
Hooykas, Pura Bekasih.
[5] Meletakkan jenazah
diatas tanah dibawah udara terbuka. Orang Trunyan biasa menyebutnya dengan mepasah
[6] Hal ini berebda dengan
ajaran pendeta Syiwa yang bertujuan agar ummatnya tidak menitis kembali
setelkah meninggal.
DAFTAR PUSTAKA
- Hooykas, Pura Bekasih; culture and religion in bali
- Indonesian heritage vol. VI, groiler international, jakarta, 2002
- James Dananjaja, Kebudayaan Petani Desa Trunyan Di Bali, UI Press, Jakarta, 1980
No comments:
Post a Comment