Monday, December 31, 2012

AGAMA DAN KEPERCAYAAN ORANG ABANGAN DI JAWA


Pendahuluan
Mojokunto, kota kecil di bagian tenganh jawa timur, adalah kota yang terletak di ujung paling timur suatu daratan besar persawahan. Letaknya setengah hari perjalan dari Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia. Kota ini menjadi pusat perdagangan, pendidikan dan pemerintahan untuk delapan beals desa disekitarnya, kota itu berpenduduk sekitar 20.000 orang penduduk.
Kota ini adalah asal muasal atau tempat kepercayan yang sangat terkenal dari Indonesia yaitu Abangan. Pada awalnya masuknya Islam ke Indonesia,  pulau Jawa Khususnya tidak menyebabkan diadakannya ummat tersendiri atau pemisahan antara kaum Hindu dan Muslimin. Sebaliknya Islam di Jawa terpaksa berapling kedalam dan bertindak dalam rangka kepercayaan agama tradisional Jawa. Metode-metode pengislaman berpadanan dengan metode yang sebelum dipakai dalam menyebarkan agama Hinduisme, sebab para wali terutama sunan Kallijaga, masuk kepedalam Jawa, mendirikan pemukiman-pemukiman religius disana serta bersaing dengan ajar (ajaran) Jawa-Hindu di bidang kesaktian. Dimana-mana diadakan usaha khusus untuk mengislamkan ajaran tersebut. Salah satunya dengan menggunakan Wayang.
Bila penguasa masuk Islam dan mengesahkan dirinya sebagai raja beragama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun masuk agama yang baru itu. Para Ulama menjalankan jabatannya dengan menjadi penasihat, hakim dan guru agama (muballig) dalam batas-batas social, budayawi, dan politik yang diterapkan oleh kaum bangsawan Jawa, para pelestari Tradisi Jawa-Hindu. Meskipun syari’at Islam menjadi kaidah hukumnya, terutama dalam urusan perkawinan, namun syari’at Islam tidak dapat seluruhnya menggantikan  adat. Keraton (Istana) Jaea tidak selalu harus menjadi keraton yang bercorak Islam.
Kerja sama antara para wali dan para rajamenghasilkan satu corak Islam yang pada mulanya disesuaikan dengan pandangan dunia dan kepentingan baik para ulama maupun bangsawan. Hubungan kekerabatan antara sebagian anak wali dengan kaum bangsawan malah lebih memudahkan diadakannya kompromi. Namun pengaruh kedua golongan  elit maisng-masing berbeda.
Bagi sebagian masyarakat, pandangna dunia kaum ulama sebagi golongan elit terkemukadaripada pandangan dunia kaum bangsawan. Bagian masyarakat ini tinggal dalam lingkungan pesantren dan mesjid. Namun dibagian lain dalam masyarakat pandangan dunia bangsawan lebih terkemuka. Biasanya masyarakat ini tinggal di sekitar keraton, tempat tinggal raja dan kaum bangsawan yaitu pusat kerajaan, pusat kebudayaan tinggi serta pusat kesenian.
Perkembangan dua golongan rakyat itu tadi menurut dua golongan elit yang berbeda, yaitu kyai dan ulam pada satu pihak sreta kaum bangsawan pada pihak yang lain, merupakan bukti adanya dua pandangan dunia dan arah pemikiran yang berlainan. Sejak saat itulah orang jawa terpaksa membedakan antara mereka yang mendasarkan pandangan dunianya pada asas-asas Islam, yaitu para Santri, dengan mereka yang mendasarkan pandangan dunianya pada tradisi kebudayaan jawa, yaitu para Abangan. Sesuai dengan itu kaum muslimin jawa telah terbelah menjadi golongan santri dan golongan abangan. Tetapi ini tidak berarti bahwa batas antara dua golongan ini tampak tegas[1], hanya sekedar pemisahan kaum elit saja pada masa itu.
Tradisi keagamaan abangan, yang terutama sekali terdiri dari pesta keupacaraan yang disebut slametan, kepercayyaan yang kompleks dan rumit terhadap mahkluk halus dans eluruh rangkaian teori dan praktek pengobatan, kekauatan Ghaib, adalah system keagamaan orang jawa yang akan coba kami uraikan dalam makalah ini.

Slametan
Dipusat seluruh sistem keagamaan orang jawa terdapat suatu upacara yang sederhana, formal, tidak dramatis dan hamper-hampir mengandung rahasia slmetan (kadang disebut kenduren). slmetan diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan dengan suatu keajadian yang ingin diperingati, ditebus, dikuduskan. Kelahiran, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti nama, sakit, memohon kepada aewah pejaga desa, dan lain sebaginya dan semua itu membutuhkan acara atau ritual yang disebut slmetan.
Acara ini kebanyakan diadakan setel;ah matahari terbenam atau malam hari dan pada acara tersebutakan diadakan  acara yang besar dimana tuan rumah mengundang orang-orang dan seorang ahli agama untuk memimpin acara tersebut. Pada siang hari sebelum acara biasanya digunakan oleh tuan rumahuntuk menyiapkan bahan makanan untuk nanti malam yang biasanya dilakukan oleh kaum wanita. Sedangkan pada inti acaranya nanti yang ikut acara kebanyakan adalah kaum pria saja.
Makna dari diadakannya slametan ini adalah untuk menajaga kebersamaan dan tiada perrbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Dan menurut kepercayaan yang beredar bahwasannya slmetan dapat menjaga seseorang dari hal-hal yang berbau ghaib.[2]
Siklus slmetan ada empat yaitu: [1] yang berkisar sekita krisis kehidupan-kelahiran, khitanan, perkawina, dan kematian. [2] yang ada hubungannya dengan hari raya Islam-malud nabi, idul fitri, idul adha dan sebagainya. [3] yang ada sangkutannya dengan integrasi desa, bersih desa (harfiah berarti pembersihan desa dari para mahkluk halus). [4] slmetan sela yang diselenggarakan dalam waktu yang tidak tetap, tergantung kepada kejaidian luar biasa yang dialami oleh seseorang-keerangkatan untuk perjalanan jauh, pindah tempat, ganti nama, sakit, terkena tenung dan sebagainya.[3]

Kepercayaan Terhadap Mahluk Ghaib
Kepercayaaan orang abangan terhadap mahkluk ghaib/halus yang mereka percayai adalah 1-memedi (tukang menakut-nakuti), jenis ini hanya menakuti-nakuti orang saja tanpa membahayakan bagi orang yang ditakutinya. Memedi laki-laki disebut gondoruwo dan yang perempuan disebut wewe (istri gendoruwo yang selalu menggendong anak kecil dengan selendang di pinggang sebagaimana ibu-ibu biasa). Memedi biasanya ditemukan pada malam hari, khususnya ditempat-tempat yang gelap dan sepi. Seringkali mereka ini tampak menyerupai orang tua atau wujud lainnya. 2-lelembut (mahkluk halus) sebaliknya dari Memedi, dapat menyebabkan orang menjadi jatuh sakit atau gila. Lelembut biasanya masuk kedalam tubuh orang, dan kalu orang tidak diobati oeleh seorang dukun maka akan menyebabkan orang tersebut menjadi gila bahakan ia bisa mati, dan dukun ini biasanya orang jawa asli. 3-Tuyul (anak-anak mahkluk halus), Tuyul menyerupai anak-anak dan biasanya dapat menjadikan sesorang menjadi kaya raya. Dan masih banyak lagi yang lainnya seperti, Sundel Bolong(pelacur dengan lubang di tubuhnya), Danyang (roh pelindung) dan lain sebagainya.[4]
Penutup
Kebanyakan para santri modern tidak mau menerima ajaran yang terdapat dalam ajaran Abangan, mereka menolak ajaran tersebut. Namun banyak pula para santri yang ortodok masih mau menerima ajaran tersebut dengan sedikit kompromi dengan inti ajaran tersebut, dengan alasan “kebenaran itu satu namun banyak jalan menuju kebenaran tersebut”.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan kami mohon kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk memperbaiki pada pembuatan
makalah kami yang selanjutnya.


Daftar Pustaka
Muchatarom Zaini, Santri Dan Abangan Di Jawa, INIS, Jakarta, 1988
Geertz Clifford, ABANGAN, SANTRI, PRIYAYI Dalam Masyrakat Jawa, Pusataka Jaya, Jakarta, 1983



[1] Muchatarom Zaini, Santri Dan Abangan Di Jawa, INIS, Jakarta, 1988, hal. 24-25
[2] Geertz Clifford, ABANGAN, SANTRI, PRIYAYI Dalam Masyrakat Jawa, Pusataka Jaya, Jakarta, 1983 Hal.13-18
[3] Ibid, hal 38
[4] Ibid, hal 19-34