Pendahuluan
Perkembangan filsafat di dunia Islam pada masa bani
Umayah tidaklah mendapatkan perhatian yang besar. Baru pada masa bani
Abbasyiyah lah perkembangan filsafat mulai berkembang. Pada awalnya bani
Abbasyiyah hanya tertarik pada perkembangan kedokteran, namun pada akhirnya
filsafat mulai memasuki kancah keilmuan Islam pada masa itu.
Perkembangan paling pesat pada masa Abbasyiyah adalah
pada masa khalifah Harun Al-Rasyid dan Al-Makmun. Yang banyak memberikan
perhatian terhadap perkembangan Ilmu pengetahuan dan filasafat. Lalu kembali
berkembang pada masa bani Umayah di Andalusia
yang juga mulai mengembangkan keilmuannya yang terkenal dengan perpustakaannya
yaitu: Cordova.
Namun bila dilihat dari sejarah peradaban umat Islam,
maka munculnya pemikiran filsafat dalam dunia Islam ini merupakan gejala
perkembangan ilmu pengetahuan dalam
masyarakat Islam sejak timbulnya agana
Islam. Bukankah agama Islam telah sejak dini telah memberikan jawaban-jawaban
yang tegas dan ringkas mengenai beberapa persoalan metafisika, Tuhan, jiwa dan manusia.
Pengetahuan tersebut kemudian diperluas dan dikembangkan dengan memadukan
kebenaran wahyu dan akal rasio.
Maka muncullah para filosuf Islam dari negeri-negeri
Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Tufail, Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, Al-Ghazali,
Ibnu Rusyd, dan lain sebagainya. Namun pada kesempatan kali ini kami hanya akan
membahas tentang Al-Kindi, Al-Farrabi dan Ibnu Rusyd. Karena banyaknya
filosuf-filosuf yang cemerlang di dunia Islam.
Al-Kindi (796-873 M)
Nama lengakap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq Ash-Shabbah bin
‘Imran bin Isma’il bin Al-Asy’ats bin Qays Al-Kindi. Ia dilahirkan di Kuffah
tahun 185 H (801M). Ayahnya adalah Gubernur Kuffah pada masa Al-Mahdi dan Harun
Al-Rasyid dari bani ‘Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi
lahir. Dengan demikian Al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim.[1]Al-Kindi pada masa kecilnya memperoleh pendidikan di
Bashrah. Setelah tamat dikota Bashrah ia belajar kekota Baghdad hingga tamat,
Ia mahir sekali dalam berbagai macam cabang ilmu yang ada pada waktu itu,
seperti ketabiban, filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri,
astronomi, dan lain sebagainya.
Nama Al-Kindi menanjak setelah hidup di isatana pada
masa pemerintahan Al-Mu’tashim yang menggantikan Al-Makmun pada tahun 218 H
(833 M) karena pada waktu itu Al-Kindi dipercaya pihak isatana menjadi guru
pribadi pendidik putrnya yaitu Ahmad bin Mu’tashim. Pada masa inilah Al-Kindi
berkesepatan menulis karya-karyanya setelah pada masa Al-makmun menerjemahkan
kitab-kitab Yunani kedalam bahasa Arab.[2]
Al-Kindi adalah filosuf Islam yang mula-mula secara
sadar mempertemukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani sebagai seorang
filosuf, Al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan
yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuiinya pula
keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karena itu menurut
Al-kindi diperlukan adanya nabi untuk mengajarkan hal-hal yang berada diluar
jangkauan akal manusia yang diperolah dari wahyu Tuhan. Dengan demikianAl-Kindi
tidak sepakat dengan pemikiran filosuf
yunani dalam hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran agama Islam yang
diyakininya.
Karangan-karangan Al-Kindi umumnya berupa
makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan
filosuf lainnya. Namun sebagai filosof perintis yang menempuh jalan bukan
seperti para pemikir sebelumnya, maka nama Al-Kindi memperoleh cetak biru dan mendapat tempat yang
istimewa dikalangan filosu sezamannya dan sesudahnya.
Al-Farabi (870-956 M)
Nama asli beliau adalah Abu Nashr Ibnu Audagh bin
Thorhan Al-Farabi. Ia dilahirkan dikota Farrab
tahun 257 H (870 M). sejak kecil Al-Farabi adalah anak yang tekun dan rajin
dalam belajar . dalam berolah kata, tutur bahasa ia mempunyai kecakapan yang
luar biasa dan menguasai bahasa Iran,
Turkistan, dan Kurdistan. Al-Farabi dalam
memulai karirnya pertama-tama beliau hijrah dari kota
kelahirannya kekota Baghdad
yang saat itu menjadi pusat ilmu pengetahuan. Dia belajar disana selama kurang
lebih dua puluh tahun. Ia menimba ilmu
pengetahuan kapada : Ibnu Suraj untuk belajar tata bahasa Arab, Abu Bisyr Matta
Ibn Yunus untuk belajar ilmu manthiq (logika). Dari situ Ia mencoba pergi ke Harran yang saat itu menjadi salah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia
kecil. Disana ia berguru kepada Yohana Ibn Hailan, namun tak lama kemudian ia
meninggalkan kota ini dan kembali ke Baghdad. Disini ia kembali
memperdalam ilmu Filsafat, Ia juga mampu mencapai ahli dalam ilmu
Manthiq (logika).[3]
Al-Farabi mempunyai pengetahuan yang luas. Ia mendalami
bebrbagai macam ilmu yang ada pada masanya termasuk filsafat. Ia mendefinisikan
filsafat sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada
(Al-Ilmu Bil Maujudaat Baina Hia
Al-Maujudat). Filsafatnya yang terkenal adalah filsafat emanasi. Dalam filsafat emanasi ini ia
menerangkan bahwa segala yang ada memancar dari zat Tuhan melalui akal-akal
yang berjumlah sepuluh.[4]
Alam materi dikontrol oleh akal yang sepuluh itu. Ia juga membahas soal jiwa dan
akal manusia. Akal menurutnya mempunyai tiga tingkat yaitu : Al-Hayulani (materi) Bi Al-Fiil (aktuil) dan Al-Mustafad (adeptus, aquired). Akal
pada tingkat terakhir ini lah yang dapat menerima pancaran yang dikirimkan Tuhan
melalui akal-akal tersebut.[5]
Al-Farabi berpendapat bahwa segala sesuatu keluar dari
Tuhan. Karena Tuhan mengetahui zat-Nya dan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar
susunan wujud yang sebaik-baiknya, jadi ilmunya menjadi sebab bagi wujud semua
yang diketahui-Nya. Bagi Tuhan cukup dengan mengetahui zat-Nya yang menjadi
sebab adanya alam maka akan tercipta alam. dengan demikian, maka keluarnya alam
(Mahkluk )dari Tuhan terjadi tanpa
gerak atau alat, karena emanasi adalah pekerjaan akal semata-mata. Akan tetapi
wujud alam tidak memberi kesempurnaan bagi Tuhan, karena wujud-Nya bukanlah
karena lainnya. Dan emanasi itu timbul karena pengetahuan (‘Ilmu) terhadap zat-Nya yang satu. Dan Tuhan itu Esa sama sekali.
Al-Farabi banyak mengeluarkan pemikirannya dalam bidang filsafat. Misalnya Filsafatnya mengenai
politk kenegaraaan menyatakan bahwa masyarakat terdiri dari dua macam yaitu
masyarakat sempurna dan tidak semprna. Masyarakat sempurna adalah masyarakat
yang mengandung keseimbangan di antara unsur-unsurnya. Masyarakt ada tiga
yaitu: Dunia seluruhnya, sebagian dunia atau suatu territorial dan masayarakat
kecil yang terdiri satu kota
dan masih banyak lagi lainnya yang menjadi pemikiran Al-Farrabi.
Suatu keistimewaan yang diraih oleh Al-Farrabi adalah
usaha yang Ia lakukan dalam mengkompromikan perbedaan faham antara Plato dan
Aristoteles. Plato mengatakan bahwa alam nyata yang kita lihat ini adalah
tiruan semata dari alam idea, sedangkan Aristoteles mengatakan sebaliknya,
bahwa alam idea hanyalah bayangan (pantulan) saja dari alam materi. Kita
melihat beberapa benda (materi). Lalu dari pantulan penglihatan itu barulah
kita dapat menyimpulksn suatu rumusan pendapat (konsep) tentang benda itu.dan
konsepsi itulah menurut Aristoteles yang dinamakan idea. Kalau Plato mengatakan
bahwa alam dunia ini adalah baru (hadis)
dan tidak abadi, maka sebaliknya Aristoteles mengatakan bahwa alam dunia ini Qadim (azali) sudah ada sejak semula dan
abadi selama-lamnya. Untuk kedua hal tersebut Al-Farrabi mengatakan bahwa semua
filasfat itu memikirkan kebenaran . dan karena kebenaran itu hanyalah satu
macam dan serupa hakikatnya, maka semua filsafat itu pada prisipnya tidak
berbeda. Begitu juga antara filsafah dan agama. Filsafat memikirkan kebenaran,
sedangkan agama juga memikirkan kebenaran maka tidak ada perbedaan antara
filsafat dan agama. Dan kedua pertentangan diatas janganlah dianggap sebagai
pertentangan yang mutlak dan prinsipil, tetapi haruslah dianggap sebagai
pertentangan yang relative dan hanya soal rincian saja.
Ibnu Rusyd (1126-1198 M)
Nama lengkap beliau adalah Abul Wahib Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibn Rusyd. Ia lahir
pada tahun 1126 M di Cordova dari kalanagan keluarga ahli nujum. Nenek dan
orang tuanya mempunyai kedudukan Hakin Agung. Dimasa mudanya Ibnu Rusyd belajar
teologi Islam, hukum Islam, ilmu kedokteran, matematika, astronomi, sastra dan
filsafat. Pada tahun 1169 M ia diangkat menjadi hakim di Seville dan pada tahun 1182 M hakim di
Cordova. Ia adalah seorang ahli filosuf dan ahli hukum dan mendapat penghargaan
yang tinggi dari Khalifah Al-Muwahhid Abu Ya’qub yusuf dan Khalifah Abu Yususf
Ya’qub Al-Mansur. Ibnu Rusyd adalah seorang filosuf yang beraliran filsafat
Yunani. Karya-karyanya banyak yang berisi pembelaan terhadap serangan-serangan
yang dilkukan oleh Al-Ghazali terhadap
filsafat Yunani seperti Aristoteles. Ia juaga terkenal karena pendapat beliau
yang bertentangan dengan para ulama-ulama yang ada pada masa itu.[6]
Oleh karena itu, antara Ibnu Rusyd dan ahli-ahli hukum Islam terdapat
permusuhan dan atas tuduhan bahwa ia menganut paham-paham filsafat yang
bertentangan dengan ajaran Islam ia akhirnya ditangkap dan diberi hukuman
tahanan kota di
Lucena, yang terletak dekat dengan Cordova. Kemudian dipindahkan ke Maroko
dan meninggal disana pada tahun 1198 M.[7]
Dalam masalah filsafat, ia berpendapat bahwa manusia
wajib atau sekurang-kurangnya sunnat untuk melakukan filsafat, dan tugas
seorang filosuf adalah berpikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua
yang ada ini. Dan Al-Qur’an, menyuruh supaya manusia berpikir tentang wujud dan
Alam sekitarnya untuk mengetahui tentang wujud Tuhan. Dengan demikian
sebenarnya tuhan menyuruh manusia supaya berfilsafat. Dan apabila pendapat akal
bertentangan dengan wahyu, teks wahyu harus diberi interpentasi atau takwil
begitu rupa hingga sesuai dengan akal. Dalam masalah pengetahuan Tuhan ia
menyetujui pendapat Aristoteles yang mengatakan sesuatu yang diketahui Tuhan
itu menjadi sebab untuk adanya pengetahuan Tuhan. Jadi kalau Tuhan mengetahui
hal-hal kecil, maka itu berarti bahwa pengetahuan Tuhan itu disebabkan oleh
hal-hal yang kurang sempurna dari-Nya. Dan ini adalah tidak wajar. Maka sudah
seharusnya bahwa Tuhan tidak mengetahui selain dari zat-Nya sendiri. Dan Tuhan
adalah sebuah kehidupan yang abadi, sempurna dari segala jurusan dan sudah puas
dengan kesempurnaan zat-Nya sendiri.[8]
Dalam masalah keazalian alam Ibnu Rusyd mengatakan bahwa
alam adalah azali. Jadi ada dua keazalian yaitu Tuhan dan alam. Namun keazalian
Tuhan lain dengan keazalian alam. Keazalian Tuhan lebih utama dari keazalian
alam. Ia berargumen seandainya alam tidak azali, ada permulaannya , maka
hadislah alam ini (baru). Dan setiap yang baru mesti ada yang menjadikannya.
Dan yang menjadikan ini haruslah ada
yang menjadikannya pula. Demikian berturu-turut tak ada habisnya. Padahal kejadian
berantai dan tak ada habisnya ini tak dapat diterima oleh akal, jadi
mustahillah bila alam ini hadis. Dan masih banyak masalah yang dibahas oleh
Ibnu Rusyd, seorang filsafat Islam yang menggema namanya di dunia Eropa dan
barat.
Penutup
Ibnu Rusyd adalah penutup dari kecemerlangan filsafat di
dunia Islam yang diawali oleh Al-Kindi dan mengalami kemajuan dalam bidang
keilmuan. Baik filsafat dan lain sebagainya. Namun setelah masa Ibnu Rusyd
mulailah timbul masa kesuraman dalam dunia Islam.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan
kami mohon kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk
memperbaiki pada pembuatan makalah kami yang selanjutnya.
Daftar Pustaka
·
Atjeh Abubakar, Sejarah
Filsafat Islam, Semarang, 1970
·
Umar Farukh, Tarikh
Al-Fikr Al-Arabi, Beirut, A962. Halaman 225
·
Filsafat Umum, Pustaka Setia, Bandung,
1997.
·
Mustofa A.H.Drs, Filsafat
Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997.
·
Ahmad Tafsir,Dr., Filsafat
Umum, Rosdakarya, Bandung, 1990.
·
Abu Hanifah, Rintisan
Filsafat, Jakarta , 1950.
·
Bakri Hasbullah,H., Sistematika
Filsafat, Solo, 1961.
·
Soemardi Soejabrata,
Pengantar Filsafat, Yogyakarta, 1970.
[1] Atjeh Abubakar, Sejarah
Filsafat Islam, Semarang,
1970
[2] Umar Farukh, Tarikh Al-Fikr
Al-Arabi, Beirut,
a962. halaman 225
[3] Mustofa A.H.Drs, Filsafat
Islam, 1997.Pustaka Setia.
[4] Akal yang sepuluh terdiri atas intelegensi pertama dan sembilan
intelegensi planet dan lingkungan yang semuanya berputar menelilingi intelegnsi
yang pertama. Taip lingkungan mempunyai intelegensi dan ruh yang merupakan asal
gerak yang diatur oleh intelegensi kesepuluh. Akal pertam adalah bumi. Akal
kedua adalah langit pertama. Akal ketiga adalah langit kedua. Akal keempat
adalah planet saturnus. Akal kelima adalah panet yupiter. Akal keenam adalah
planet mars. Akal ketujuh adalah matahari. Akal kedelapan adalah plnet venus .
akal kesembilan adalah planet merkurius. Akal kesepuluh adalah bulan.
[5] Filsafat Umum,1997, pustaka setia.
[6] Mustofa A.H.Drs, Filsafat
islam, 1997, pustaka setia, Bandung
[7] Ibid hal 183
[8] Ibid hal 185