Berbicara tentang agama Islam, kita tak kan pernah lupa dengan orang yang pertama
membawa agama ini kedalam dunia ini. Orang yang menjadi contoh utama dalam
segala hal dalam kehidupan, baik hubungan antara manusaia atau dengan Tuhan itu
sendiri. Dia adalah Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah seorang di antara manusia
teragung yang dikenal oleh sejarah peradaban manusia. Kita sebagai penganut agama
Islam dituntut untuk menghayati ajaran beliau, Sebagaimana di Firmankan Allah
SWT dalam Al-qur’an
Artinya: sungguh telah ada dalam diri Rasulullah suri tauladan yang baik
(uswatun hasanah)
Kita bukan hanya dituntut bukan hanya menghayati ajaran beliau
tetapi memantapkan cinta dan penghargaan kita atas jasa-jasa serta pengorbanan
beliau Karena kalau kita tidak mampu mengakui dan memberi penghoramatan kepada
para tokoh, maka kepada siapa lagi penghormatan itu kita berikan? Kalau kita
enggan memberi hak-hak manusia agung, maka, mungkinkah kita bersedia memberi
hak orang-orang kecil? Justru karena jasa dan pengorbanan Nabi Muhammad Saw,
serta atas dasar pemberian hak penghormatan itulah sehingga Allah SWT, dan para
malaikat mencurahkan rahmat dan memohonkan maghfiroh untuk beliau serta
menganjurkan ukmat Islam untuk menyampaikan shalawat dan salam sejahtera kepada
Nabi Muhammad Saw. Dan segenap keluarga beliau.
Kedudukan utama Nabi Muhammad Saw, tercermin antara lain dalam
Firman Allah yang artinya:
Dan kami telah tinggikan namamu
Dalam arti pengakuan kenabian Nabi Muhammad Saw. Nama beliau juga
disandingkan dengan nama Tuhan dengan pengakuan akan ke-Esaan Allah SWT dalam
dua kalimat Syahadat:
Artinya: aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Alla.
Hal ini juga berarti kepatuhan kepada beliau identik dengan
kepatuhan kepada Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT:
Artinya: siapa taat kepada Rasul, maka dia telah taat kepada Allah. Barang siapa
yang berpaling dari ketaatan itu, maka kami tidak mengutusmu menjadi pemelihara
mereka (QS An-Nisa : 80)
Seorang muslim yang baik bukan hanya patuh kepada Rasulullah tetapi
juga kagum kepada beliau dengan kekaguman berganda: sekali ketika memandang
beliau dengan hati menggunakan kaca mata iman dan menemukannya sebagai Nabi dan
Rasul, dan kali lain ketika memandang beliau dengan nalar dan aneka tolok ukur
objektif, yang menemukan pada diri beliau, budi luhur serta karya-karya agung.
Kedua hal itulah yang mengukir dan membentuk citra nabi Muhammad
Saw. Dalam pikiran dan hati seorang muslim. Oleh karena itu sebagaimana ditulis
oleh seorang sarjana jerman Annemarie Schimmel dalam bukunya And Muhammd is his messenger “dalam keadaan darurat, seorang Muslim
mungkin menyangkal keyakinannya kepada Allah, tetapi sekali-kali ia tidak akan
bersedia mengutarakan kata-kata rendah apalagi penghinaan terhadap Nabinya,
walau diancam dengan kematian sekalipun”[1]
Keluhuran Nabi Muhammd Saw, bukan hanya dinyatakan Allah, dan hanya
diyakini umat Islam, berdasar Firman-Nya:
Artinya: sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS
Al-Qalam :4)
Tetapi juga diakui oleh kawan dan lawan. betapa tidak, cetusan
paling buruk dalam percakapannya adalah: “semoga dahinya berlumuran Lumpur”,
ketika diminta untuk mengutuk, beliau menjawab: “Aku bukan diutus sebagai
pengutuk, tetapi Aku diutus sebagai pengajak kepada kebaikan dan penyebar
rahmat.”[2]
Beliau menjenguk orang-orang sakit, mengikuti iring-iringan jenazah,
dan mematuhi undangan walau dari seorang budak. Saat berjabat tangan beliau
tidak menarik tangannya sebelum tangan mitranya ditarik. Beliau tidak melewati
kelompok tanpa senyuman yang menghiasi wajahnya, disertai ucapan lembut lagi
bijak. Sopan-santun beliau kepada orang-orang besar, keramahan pada orang cilik
dan sikapnya yang terpuji terhadap orang-orang yang sombong, menyebabkan beliau
dihormati dan dijunjung tinggi. dalam kesibukannya memimpin, beliau menerima
dengan lapang dada, dan tangan terbuka siapa pun yang datang walau seorang
badui yang tak mengenal basa-basi.
Komitmen beliau terhadap waktu amat tinggi, tidak saja dalam
menyelesaikan tugas atau memenuhi sebuah janji, tapi juga dalam mengisi waktu
itu sendiri. Tidak heran, karena memang ajaran Ilahi yang diterimanya berpesan:
Artinya: Apabila engkau telah menyelesaikan satu pekerjaan, maka kerjakanlah
yang lain hingga engkau letih, dan
hendaklah kepada Tuhanmu engkau mengharap. (QS An-Nashrah: 7-8)
Kebersihan yang diperagakan dalam diri, rumah dan lingkungannya amat
menonjol, karena beliau yakin bahwa kebersihan adalah manifestasi iman, dank
arena menurut beliau: menyingkirkan
kotoran atau gangguan dari jalan adalah bagian terendah dari keimanan.
Kita tidak mampu mengurai segala keagungan dan kepribadian Nabi Muhammad
Saw., yang menjadi teladan bagi aneka tipe manusia. Baik tipe seniman, ilmuwan,
pekerja dan tipe manusia yang memiliki kecenderungan kuat beribadah kepada
Tuhan Yang Mahakuasa. Kita juga tidak mampu merinci keteladanan beliau sebagai
ayah, suami, teman, negarawan, panglima perang, dan lain sebagainya. Batas
pengetahuan tentang beliau adalah sesungguhnya beliau sebaik-baik mahkluk Tuhan
seluruhnya.[3]
Menyadari kedudukan beliau sebagai panutan dan teladan, menuntut
kita tidak terpaku dalam formalitas lahiriah dan melupakan esensi ajarannya.
Kita sadari bahwa ajarannya berorientasi kepada usaha persatuan dan
kemanusiaan, sebagaiman Firman Allah:
Artinya: wahai seluruh ummat
manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu berasal dari seorang lelaki
dan seorang perempuan, dan kami adikan engkau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling kenal mengenal (Bantu membantu). Sesungguhnya yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha
mengtahui lagi maha mengenal (QA Al-Hujurat : 13)
Namun ajaran yang diajarkan tidak
melebur perbedaan, tapi tetap menghormati perbedaan. Karena setiap kelompok
telah memilih jalan dan tatanan hidup mereka, sehingga mereka harus berpacu
mencapai prestasi kebajikan. Sebagaimana firmannya:
Artinya:
untuk tiap-tiap
umat diantara kamu , kami berikan aturan dan jalan terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. (QS
Al-Ma’idah: 48)
Disamping itu kaum muslim
ditugasi mengusahakan perbaikan antara manusia, dan menjadi penengah yang adil
untuk menjadi saksi dan patron-patron hidup ditengah-tengah umat manusia. Kita
juga di tuntut berlaku adil terhadap terfadap siapapun sebagaimana firman Allah
AWT:
Artinya:
janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikanmu tidak berlaku adil. (QS Al-Maidah)
Masalah pluralisme agama, dalam
bukunya yang berjudul “Agama Masa Depan:
Filsafat Prenial”, salah seorang cendekiawan muslim indonesia Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menyatakan “bahwa
substansi suatu agama adalah tidak terbatas dan satu, mereka sama menyembah
sesuatu yang berada di luar akal dan kekuatan manusia”. Dari sini dapat kita
ambil kesipulan bahwasannya semua agama di dunia mempunyai seubstansi yang
sama. Mereka sama-sama menyembah suatu kekuatan yang berada diluar batas nalar
manusia. Suatu kekuatan yang menjadikan manusia begitu kecil dan tak berharga
dibanding kekuatan tersebut. Dengan kata lain semua agama di dunia adalah benar
dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mendekati yang satu. Bahkan beliau
menambahkan: ”seandainya agama Islam adalah agama yang paling benar, kenapa
Tuhan tidak menggunakan kekuasaannya untuk menjadikan/memberikan Hidayah kepada
semua umat agama yang lain agar menyakini ajaran Islam dan Beriman kepadanya”[4] itulah sebabnya beliau
berpendapat semua agama adalah benar dan baik bagi siapapun yang menganutnya,
Tanpa harus merendahkan agama yang lain. Dalam menghadapi masyarakat global
beliau menyatakan bahwasannya semua manusia akan mengalami yang namanya
Kematian dan setiap orang akan dimintai pertanggung jawaban dari apa-apa yang
telah dia kerjakan selama hidupnya.[5] Dalam keadaaan masyarakat
yang penuh dengan kemajemukan ini beliau hanya memberikan peringatan
bahwasannya kita tidak akan selamanya ada dalam dunia ini. Jadi jangan anda
forsir apa yang anda miliki hanya untuk menjadi judge terhadap yang lain
dan beranggapan anda tidak ada yang benar. Apa yang anda yakini adalah benar
tanpa harus menyalahkan keyakinan orang lain. Sebagaimana firman Allah SWT
tentang keyakinan suatu agama dalam surat
Al-Kafirun: 6
Artinya: untukmulah
agamamu. Dan untukkulah agamaku
Kalau kita perhatikan dalam
Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menekankan kepada kita bahwasannya tidak
ada Pluralisme dengan umat yang lain, tapi disatu pihak kita diperintahkan
untuk bertoleransi terhadap umat yang lain seperti ayat-ayat yang telah tertera
diatas. Perlu digaris bawahi bahwasannya Islam adalah agama yang paling
menjunjung masalah toleransi terhadap agama yang lain, terutama dalam masalah
ahklak (tingkah laku) orang Islam terhadap siapapun, baik itu terhadap saudara,
tetangga, teman dan lain sebagainya. Bahkan terhadap umat yang lain. Oleh
karena itu, wajar ketika suatu hari Nabi Muhammad pernah Bersabda: “aku
diutus untuk menyempurnakan kesempurnaan Akhlak” . pernah pada suatu ketika
Nabi dan para sahabat sedang duduk-duduk bersama, dilewati oleh rombongan orang
yang meninggal, lalu salah seorang sahabat mengatakan kepada Nabi “ya
Rasulullah dia (yang meninggal) adalah orang Yahudi” Nabi hanya menjawab:
“bukankah ia manusia”. Disini dapat kita simpulkan bahwasannya Nabi sangat
menghormati agama yang lain entah apapun agama mereka. karena walau bagaimanapun meraka adalah
sama-sama manusia yang diciptakan Tuhan dan mempunyai keyakinan tersendiri
tentang Tuhan meraka. Dan terhadap ayat-ayat yang agak ektrimis itu hanya
berlaku dalam masalah yang berkaitan dengan Akidah seorang musliam, dalam
masalah akidah tidak ada kerjasama dan tidak ada persamaan sebagai mana telah
dijelaskan dalam Al-Qura’an dalam surat
Al-kafirun ayat 1-6. yang menolak kerjasama terhadap kafir quraisy yang ingin
bekerja sama dalam menyembah Tuhan dan berhala-berhala mereka.
Yang menjadi halangan dalam umat
Islam dalam menjalin hubungan terhadap Umat
yang lain. Adalah kesombongan umat Islam yang terlalu memandang tinggi
agama Islam dan memandang rendah agama yang lain tanpa pernah tahu apa itu agama
yang mereka yakini. Seperti contoh kecil,
pada awalnya tidak ada pembatasan antara agama-agama di dunia ini tapi
karena kesombongan Islam kita memberikan batasan terhadap hal itu dengan cara
membagi umat beragama kepada dua yaitu: Islam dan Non-Islam. Kita beranggapan
bahwasannya agama Islam itu sama besarnya dengan semua agama selain Islam
apabila semua agama tersebut disatukan dengan nama kelompok, Non-Islam. padahal
pada kenyataannya kebesaran Islam tidak sebesar agama Kristen saat ini. Ini
adalah factor internal dalam Islam dalam menjalin hubungan dengan agama-agama
yang lain, factor eksternal adalah adanya perang salib yang terjadi antara umat
Islam dan Kristen yang menjadikan Islam sangat sulit menjalin hubungan dengan
agama Kristen, bahkan dengan agama yang lainpun mengalami kesulitan, apalagi di
Indonesia karena pada pada awalnya Negara indeonesia adalah sebuah kumpulan
kerajaan yang pada awalnya adalah daerah-daerah yang dikuasai oleh agama Hindu,
hingga hal ini mungkin mempengaruhi hubungan Islam dengan agama Hindu di
Indonesia.[6] Dan masih banyak lagi hal
yang mempengaruhi hubungan Islam dengan agama-agama yang lain di Indonesia.
Kita harus mengembalikan masalah
Pluralisme Agama kepada ajaran Nabi Muhammad Saw, karena itu, pluralisme
positif dan kemajemukan yang membawa keserasian sosial, merupakan salah satu
hakikat ajaran Nabi Muhammad Saw. Kita harus bersyukur karena mata dunia
tertuju kepada kita dengan penuh penhargaan bahwa ajaran Nabi Muhammad
terpancar dalam kehidupan umat islam diseluruh dunia. Tapi kita fokuskan
pembahasan ini pada kehidupan islam di Indonesia .
Islam Indonesia menurut dunia luar
menunjukkan wajahnya yang menarik dan karakternya yang memikat sebagai rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh
alam, seluruh umat manusia), jauh dari radikalisme dan ekstremitas yang melanda
dunia masa kini. bukan saja umat Islam di belahan timur dunia yang mengagumi
pendekatan keagamaan kita, dunia barat sekalipun yang tidak luput dari
ekstremitas keagamaan menunjuk Indonesia
sebagai model alternative bagi perwujuddan kerukunan antarumat beragama
dipermukaan bumi ini.
Prestasi bangsa dalam
melaksanakan kerukunan, sungguh mendapat simpati dunia luar. Keberhasilan ini
walau terkadang diselingi oleh gesekan-gesekan kecil, tidak dapat dipisahkan
dari peran aktif mayoritas umat Islam yang berusaha meneladani toleransi Rasul
Saw. Fazlur Rahman, cendekiawan muslim terkemuka meramalkan bahwa Islam
yang sejuk dan menarik, dan yang menghidupkan kembali nilai-nilai luhur
toleransi dan modernisasi Nabi Muhammad, menyingsing dari bumi Indonesia .
Demikian pula Dr. Lawrence Sullivan, yang mengepalai pusat pengkajian
agama-agama dunia pada universitas ternama dan tertua di Amerika, Harvard,
secara terbuka menyatakan Indonesia
secara kreatif telah mewujudkan pendekatan baru dalam menciptakan kehidupan
keagamaan yang harmonis, yang tidak dijumpai di Negara-negara Eropa dan
Amerika.[7]
Jika kita menengok dari dunia
luar, kita akan tahu dan sadar betapa besar nikmat Tuhan yang dilimpahkan
kepada bangsa kita. Nilai luhur bangsa yang seiring dengan ajaran toleransi
Nabi Muhammad Saw, telah berakar dalam jiwa, berkat kearifan dan jasa para
pendahulu, yang dilestarikan oleh pemimpin-pemimpin bangsa dewasa ini. Dalam
konteks teristimewa masa kini bahkan akhir-akhir ini. Coba perhatikan firman
Allah SWT:
Artinya:
janganlah kamu
menjadi seperti seorang oerempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat dan bercerai berai (QS Al-Nahl: 92)
Untuk memelihara hal tersebut ada
dua hal yang harus digaris bawahi :
Pertama, kita harus mampu
mensosialisasikan semangat ajaran serta keteladanan Nabi Muhammad Saw. Toleransi
dan moderasi yang beliau ajarkan harus senantiasa menjadi acuan dan pedoman
dalanm interaksi kita dengan umat agama lain. Kita seyogyanya tidak terpengaruh
oleh pendapat dan pendekatan umat Negara lain yang telah dibebani oleh sejarah
konflik dan permusuhan yag ikut mewarnai budaya mereka. Konflik yang
berkepanjangan, apalagi kontak fisik yang mengorbankan jiwa, tidak pernah
terjadi di negri kita. Oleh karena itu kedamaian dalam sejarah hubungan antar
umat beragama di Indonesia
harus tercermin dalam interaksi kita. tidak saja dituntu untuk bersama-sama
mengoreksi citra dan kesan keliru yang boleh jadi tergambar dalam benak
masing-masing, tapi lebih Dari itu kita harus memberi contoh dalam upaya
menjalin kerja sama kontruktif, jauh dari perdebatan teologis doctrinal yang
selalu berakhir dengan jalan buntu. Sebagaimana firman Ilahi:
Artinya:
katakanlah: “hai
Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah” jika mereka berpaling
maka katakanlah kepada mereka: “saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
muslim yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS Ali Imran: 64)
Diantara sekian banyak contoh
yang ditunjukkan oleh Nabi dalam menjalin hubungan keakraban, adalah kelapangan
dada beliau mengizinkan delegasi Kristen Najran yang berkunjung ke Madinah
untuk berdo’a di kediaman beliau, sebagaimana diungkapkan oleh sejarawan Islam
Ali bin BUrhanuddin Al-Halaby Al-Syafi’i dalam bukkunya Al-Shirah[8]
Sebaliknya pada saat-saat kritis
dalam perjuangan Nabi di Makkah, Raja Abissynia atau Ethiopia, yaitu raja
Najasyi atau Negus, yang beragama Kristen melindungi Umat Islam, sampai-sampai
ketika wakil masyarakat Arab Jahiliyah meminta untuk mengektradisi dan
mengembalikan pengikut Nabi ke Mekkah, Negus menolak seraya berkata: “apakah
engkau meminta aku menyerahkan pengikut Muhammad, seorang yang telah didatangi
malaikat Jibril? Demi Tuhan ,
Ia (Muhammad) benar, dan ia akan
mengalahkan musuh-mushnya “. Dalam pada itu, saat Nabi menjadi penguasa di Madinah berpesan: siapa yang mengganggu umat
agama samawi, maka ia telah menggangguku.
Kedua, yang perlu digaris bawahi
adalah kita semua sebagai bangsa, diharapakan mampu untuk memahami
kepekaan masing-masing menyangkut
kecintaan serta ikatan batin masing-masing dengan para panutannya. Sebagaimana
halnya umat Islam, demikian pula uamt agama lainya. Syogyanya tidak terpengaruh
oleh sejarah konflik yang pernah terjadi di dunia luar. Menurut Norman Daniel: “sekian banyak bentuk
penilaian negatif terhadap pribadi Nabi Muhammad yang telah dilontarkan dunia
barat pada abad pertengahannya, masih terdengar gaungnya dimasa kini”. Nabi
Muhammad Saw., yang telah meluncurkan salah satu gerakan agama yang membuahkan
peradaban yang paling sukses di bumi ini, dicerca, dihina, dengan kata-kata
yangtidak pantas. Sejarah konflik antar umat beragama dunia luar, yang telah
membuahkan kesalahpahaman, rasa curiga dan bahkan permusuhan harus dibuang jauh
dari bumi kita. Kita semua dituntut untuk memperdalam semangat persaudaraan.
Semangat persaudaraan ini pernah dicontohkan oleh Theodore Abu Qurrah, seorang
uskup dari Harran-Mesopotamia, yang lahir pada 740 M. tanpa mengorbankan
keimanannya beliau menempatkan Nabi Muhammad Saw pada posisi para Nabi dan
menyatakan Bahwa Muhammad Saw telah menempuh jalan para Nabi.[9] Wajar jika dalam salah
satu ayat Al-Qur;an ditemukan pujian kepada kelompok tertentu umat Kristen yang
menjalin hubungan baik dengan Kaum Muslim:
Artinya:
sesungguhnya kamu
pasti dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman
ialah orang-orang yang berkata: “sesungguhnya kami ini orang nasrani.” Yang
demikian itu disebabkan karena diantara mereka terdapat pendeta-pendeta dan
rahib-rahib. Juga karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS Al-Maidah: 82)
Namun harus diingat bahwa
betapapun keras usaha setiap kelompok keagamaan dalam menjalin hubungan dengan
kelompok lain, konflik intern yang melanda tubuh suatu umat pasti akan
merupakan kendala yang menggerogoti keutuhan umat itu sendiri, sehingga pada
gilirannya akan menghambat tercapainya suasana dialogis dan kerja sama dengan
umat lain. Komunitas agama di Indonesia
dengan prestasinya dalam mewujudkan suasana dialogis harmonis selama ini
diharapakan tidak terperangkap oleh konflik-konflik intern yang sering
disebabkan oleh kekurangan pemahaman tentang inti ajara masing-masing Disatu
pihak. atau oleh pengaruh factor eksternal politis yang sedang melanda dunia
Islam.
Jadi segala sesuatu harus kita
kembalikan kepada inti ajaran kita masing-masing dan semua yang ada adalah
kebenaran menurut penganutnya masing-masing. Kembalikan semua hal ke dalam
ajaran agama Islam yang sangat indah dan penuh dengan kasih Tuhan.
Salam sejahtera semoga damai selalu menyertai kita semua. Amin.
Referensi
Ø Dr
Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama,
cetakan ke-V, 1999, Mizan
Ø Prof.
Dr Komaruddin Hidayat, Filsafat Perenial:
Agama Masa Depan
Ø Prof.
Drs Musrifah Darajah. Sejarah Peradaban
Islam Klasik
Ø Sejarah Kebudayaan Islam, Depag RI
untuk MAK kelas II tahun 1997
Ø Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian
[1] Dr Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam
beragama, cetakan ke-V, 1999, Mizan Jakarta hal Hal. 333
[2] Ibid
[3] Ibid Hal. 334
[4] Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Filsafat
Perenial: Agama Masa Depan
Sebagai
catatan beliau adalah rector terpilih dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang akan menggatikan rector yang sekarang yaitu Prof. Dr.
Azyumardi Azra.
[5] Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Psikologi
Kematian
[6]Prof. Drs Musrifah Darajah. Sejarah
Peradaban Islam Klasik
[7] Dr Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam
beragama, cetakan ke-V, 1999, Mizan Jakarta hal. 335
[8] Ibid hal. 337
[9] Ibid hal. 338