A. Feyerabend dan Latar Belakang Pemikirannya
Paul Karl Feyerabend dilahirkan pada
tahun 1924 di Wina, Austria. Tahun 1945 ia belajar seni
theater dan sejarah theater di Institute for Production of Theater, The
Methodological Reform of the German Theater di Waimar. Sepanjang hidupnya ia
menyukai drama dan kesenian. Hal ini tampak dalam karya-karyanya, di mana ia
memasukan contoh-contoh dari dunia seni untuk menjelaskan pemikiran ilmiahnya.
Ia mempelajari Astronomi,
Matematika, Sejarah, Filsafat dan memperoleh gelar Doktor dalam bidang Fisika di Wina, Austria. Dalam hidupnya ia percaya
bahwa ilmu pengetahuan itu paling hebat dan bahwa terdapat hukum-hikum
universal yang berlaku dalam segala tindakan yang secara ilmiah dapat
dipertanggung jawabkan.
Pada tahun 50-an, ia mengikuti
seminar-seminar filsafat dari Karl Popper di London. Pada saat itu, ia masih
memegang teguh keyakinan rasionalitasnya, namun akibat perkenalannya dengan
Lakatos, pemikiran Feyerabend berubah drastis. Ia melihat keyakinan bahwa dalam
sejarah mekanika kuantum, bermacam-macam patokan telah dilanggar dan anehnya
patokan itu dijunjung tinggi oleh para filsuf bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Di sini,kemudian Feyerabend melihat bahwa segala pencarian hukum
universal adalah ilusi belaka.
Pada tahun 1958, ia menjadi guru
besar Universitas California di Berkeley dan berkenalan dengan Carl Freither
van Weizsacker, seorang ahli matematika kuantum. Berkat perkenalannya dengan
Weizsacker inilah pemikiran anarkisme ilmu pengetahuan Feyerabend mencapai
puncak. Puncak pemikiran anarkisnya tertuang dalam Against Method yang terbit
pada tahun 1970.
Pemikiran Feyerabend tentang
anarkisme ilmu pengetahuan dilatar belakangi oleh dominasi paradigma pemikiran
positivistic yang telah dimulai pada abad ke-19. August Comte sebagai pencetus
paradigma positivisme terpengaruh Descartes yang menyatakan ilmu yang mendasari
segala macam ilmu adalah matematika-astronomika-kimia-fisika-biologi dan
puncaknya adalah fisika social ( Sosiologi ). Comte menyatakan, bahwa baru
setelah manusia mencapai penyelidikan-penyelidikan ilmiah, manusia akan
mendapatkan temuan-temuan yang bermanfaat. Ilmu-ilmu pengetahuan non-alam akan
kesulitan mendapatkan legitimasi karena akan berhadapan dengan
kesulitan-kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu berkaitan dengan tafsiran-tafsiran
yang tidak eksak, sehingga kurang memberikan kemanfaatan bagi manusia modern.
B.
Anarkisme Epistemologis Karl Feyerabend
Feyerabend adalah seorang yang
sangat concern terhadap pengkonstruksian filsafat ilmu berdasarkan fakta
sejarah ilmu. Ia mengkritik pandangan yang menganggap metode, aliran atau
sistem tertentu saja yang benar. Ia menyatakan “That no set of methodological rules could do justice to the complexity
of the history of sciene”. Metode ilmiah bukan satu-satunya ukuran
kebenaran, termasuk apa yang dikembangkan ilmu pengetahuan modern, tapi hanya
merupakan salah satu dari berbagai cara atau upaya untuk mengungkapkan
kebenaran.
Istilah anarkis menunjuk pada setiap
gerakan protes terhadap segala bentuk kemapanan. Anarkisme Epistemologis yang
dimaksudkan oleh Feyerabend adalah anarkisme teoritis dengan alasan historis,
bahwa sejarah ilmu pengetahuan tidak hanya bermuatan gagasan-gagasan dan
interprestasi terhadap fakta-fakta itu sendiri serta masalah yang timbul akibat
kesalahan interprestasi. Berdasarkan analisis historis kritis, ia menemukan
bahwa oleh para ilmuwan, fakta hanya ditinjau dari dimensi ide belaka. Maka
tidak mengherankan jika sejarah ilmu pengetahuan menjadi pelik,rancu, dan penuh
dengan kesalahan.
C. Implikasinya dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Jika dilihat dari karakteristik
pemikiran Feyerabend, dapat dikatakan, bahwa ia adalah tokoh postmodernisme
dalam bidang filsafat ilmu. Sebagai tokoh postmodernisme, maka pemikiran-pemikirannya
merupakan bentuk kritik atas paradigma modernisme. Feyerabend, sebagaimana para
pemikir postmodernisme lainnya, seperti Lyotard, mengkritik pemikiran abad
modern Dr. Descartes ( Renaissance ) sampai dengan Hegel, yang di cap sebagai
grandnarratives yang di legimitasikan. Para
pemikir postmodernisme menuduh, bahwa cara berpikir seperti ini adalah sebagai
cara berpikir yang mentotalisasi dan mempunyai ambisi untuk menjelaskan segala
aspek lewat grand theory (Teori dasar). Epistemologi Cartesian telah melahirkan
keangkuhan epistemology, bahwa realitas dapat ditaklukan melalui pendefinisian.
Singkatnya, Postmodernisme menolak segala bentuk kemapanan.
- Feyerabend dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan
Dalam menempatkan konteks pemikiran Feyerabend, saya membatasi
tulisan ini mulai dari tahun 20-an sampai Feyerabend muncul di panggung
filsafat. Semenjak tahun 1920, panggung filsafat ilmu pengetahuan dikuasai oleh
Aliran Positivisme Logis. Di mata aliran ini, persoalan-persoalan ilmiah harus
dipecahkan dengan tekhnik-tekhnik logika matematika. Ilmu pengetahuan sendiri
dirumuskan dan diuraikan sebagai kalkulasi aksiomatis, yang memberikan
perangkat-perangkat hukum pada interpretasi terhadap observasi yang terbatas.
Filsafat ilmu pengetahuan dipandang sebagai logika ilmu.
- Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan
- Pengertian Anarkisme
Yang dimaksud oleh Feyerabend dengan istilah anarkisme, tidak lain
adalah anarkisme epistemologis. Anarkisme Epistemologis dipertentangkan dengan
anarkisme politis atau religius. Dikatakannya, apabila anarkisme politis
berarti suatu perlawanan terhadap segala bentuk kemampuan ( kekuasaan Negara,
institusi-institusi, dan ideologi-ideologi yang menopangnya ), mungkin
anarkisme epistemologis tidak selalu punya loyalitas ataupun permusuhan
terhadap institusi-institusi itu.
- Anarkisme sebagai Kritik atas Ilmu Pegetahuan
Seluruh pemikiran Feyerabend yang diberi nama anarkisme
epistemologis, merupakan suatu kritik. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend
mengkritik dari dua sisi. Dalam sudut ini, keduanya tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Pertama, Anti Metode. Kedua,
Anti Ilmu Pengetahuan.
·
Anti - Metode
Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mau melawan tubuh ilmu
pengetahuan. Ia memegang semboyan Anti-Metode.
Dengan semboyan itu, ia mau melawan ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuwan
dianggap mempunyai satu metode yang baku
dan universal serta tahan sepanjang masa, lagi pula dapat membawahi semua fakta
dan penelitian. Menurut Feyerabend, Klaim itu tidak realistis dan jahat. Tidak
realistis, karena kenyataannya ilmu pengetahuan hanya diambil dari pandangan
sederhana atas dasar kemampuan seseorang dan dari lingkungan tertentu. Jahat,
karena ilmu pengetahuan berusaha memaksakan hukum-hukun yang menghalangi berkembangnya
kualitas-kualitas profesiaonal kita dengan mempertaruhkan kemampuan kita.
·
Anti - Ilmu Pengetahuan
Atas nama kebebasan yang sama, Feyerabend mempunyai sikap anti-ilmu
pengetahuan. Anti-ilmu pengetahuan tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan
itu sendiri, melainkan anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali
melampaui maksud utamanya. Dengan sikap ini, ia mau melawan ilmu pengetahuan
yang oleh para ilmuwan dianggap lebih unggul ketimbang bidang-bidang atau
bentuk-bentuk pengetahuan lain, seperti Sihir, Magic, Mitos dan lain
sebagainya.
Teori
Anarkitis Feyerabend tentang Pengetahuan
Salah satu pandangan tentang ilmu yang paling menantang dan
provokatif adalah pandangan yang dikemukakan dan dibela secara gemilang oleh
Paul Feyerabend. Tidak ada penilaian mengenai watak dan status ilmu akan
lengkap tanpa satu usaha untuk memahaminya. Di sini saya akan memberikan
ringkasan dan menilai apa yang saya pandang sebagai segi-segi kunci pandangan
Feyerabend, terrutama sebagaimana ia muncul di dalam bukunya: Against Method.
- Apa Saja Boleh
Feyerabend berkeras sekali pada klaimnya bahwa tidak ada metodologi
ilmu yang pernah dikemukakan selama ini mencapai sukses. Cara utama, walaupun
bukan satu-satunya, yang ia gunakan untuk mendukung klaimnya ialah
memperlihatkan bagaimana metodologi-metodologi tidak sejalan atau tidak bisa
cocok dengan sejarah fisika. Banyak argumennya dalam menentang metodologi yang
saya beri cap sebagai induktivisme dan falsifikasionisme, adalah serupa dengan
argument-argumen yang sudah pernah dijelaskan sebelumnya.
- Tidak bias saling diukur dengan standar yang sama
Suatu komponen penting dari analisa Feyerabend tentang ilmu, ialah
pandangannya tentang ilmu-ilmu yang tidak bisa saling diukur dengan standar
yang sama. Dalam hal ini terdapat kesamaan dengan pandangan Kuhn mengenai
masalah paradigma. Konsepsi Feyerabend tentang ilmu-ilmu yang tidak bisa saling
diukur dengan standar yang sama, adalah sebagai ketergantungan observasi pada
teori. Makna dan interpretasi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan
observasi yang digunakan akan tergantung pada konteks teoritis dalam mana makna
dan keterangan observasi itu muncul.
- Ilmu tidak harus mengungguli bidang-bidang lain
Aspek lain yang penting dari pandangan Feyerabend tentang ilmu
menyangkut hubungan antara ilmu dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya. Ia
mengemukakan, bahwa banyak kaum metodologis sudah menganggap benar, tanpa
argumentasi, bahwa ilmu ( atau mungkin fisika ) membentuk paradigma
rasionalitas.
- Kebebasan Individu
Banyak hal di dalam tesis Feyerabend Against Method adalah negativ. Ia menyangkal klaim, bahwa ada
metode yang mampu menerangkan sejarah fisika. Ia menyangkal, bahwa superioritas
fisika atas bentuk-bentuk pengetahuan lain dapat dikukuhkan dengan minta
bantuan pada suatu metode ilmiah. Walaupun begitu, terdapat juga segi positif
di dalam kasus Feyerabend itu. Feyerabend membela apa yang ia sebut sebagai
“Sikap Kemanusiawian”. Menurut sikap ini, manusia individual harus bebas dan
memiliki kebebasan kurang lebih seperti di dalam pengertian John Stewart Mill
yang membelanya dalam esai “On Liberty”
Feyerabend menyetujui “Usaha meningkatkan kebebasan,untuk menuju ke kehidupan
yang penuh dan produktif”. Ia mendukung John Stewart Mill dalam membela “Pembinaan individualitas yang secara pribadi
berproduksi, atau dapat memproduksi manusia-manusia yang maju.
- Pandangan Althusser
Pandangan materialis tentang ilmu yang akan saya uraikan secara
garis besar ini berdasarkan tulisan-tulisan seorang Marxis Prancis, Louis
Althusser. Sebagai materialis, filsafat althusser di dasarkan pada suatu
interpretasi materialisme Karl Marx, sedangkan banyak dari epistemologinya
berasal dari filsuf Prancis lain, seperti Gaston Bachelard.
Dalam satu pengertian tertentu, materialisme dapat dilihat sebagai
suatu usaha menggunakan pendekatan objektif dalam konteks penerapan ilmu pada
masyarakat sebagai keseluruhan. Tidak hanya ilmu, tetapi sejarah ( perubahan
sosial ) pun adalah suatu proses tanpa subjek.
REFERENSI
A.F. Chalmers, 1983, Apa itu yang Dinamakan Ilmu, Terj. Redaksi Hasta
Mitra, Hasta
Mitra,
Jakarta.
Akhyar Yusuf Lubis, 2003, Paul Feyerabend: Penggagas Antimetode,
Teraju, Jakarta.
Amsal Bakhtiar, 2004, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta.
Donny Gahral Adian, 2002, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan,
Teraju, Jakarta.
Jerome R. Ravertz, 2004, Filsafat Ilmu, Terj. Saut Pasaribu,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Juhaya S. Praja, 2002, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, Teraju, Jakarta.
Jujun S. Suriasumantri (ed.), 1983, Ilmu dalam Perspektif, Gramedia, Jakarta.
Jujun S. Suriasumantri, 1984, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan,
Jakarta.
Listiyono
Santoso, dkk., 2003, Seri Pemikiran Tokoh: Epistemologi
Kiri, Ar-Ruzz,
Yogyakarta.
M. Amin
Abdullah, dkk., 2003, Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu
Agama dan Umum,
Sunan Kalijaga
Press, Yogyakarta.
Mohammad Muslih, 2004, Filsafat Ilmu, Belukar, Yogyakarta.
Mulyadhi Kartanegara, 2003, Pengantar Epistemologi Islam, Mizan, Bandung.
Osman
Bakar, 1997, Hierarki Ilmu: Membangun Kerangka-Pikir Islamisasi
Ilmu,
Mizan,
Bandung.
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, 2002,
Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sonny
Keraf & Mikhael Dua,
2001, Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis,
Kanisius,
Yogyakarta.
Tim
Redaksi Driyakarta, 1993, Hakekat
Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu,
Gramedia,
Jakarta.
No comments:
Post a Comment