Tuesday, November 27, 2012

ANARKISME EPISTEMOLOGIS PAUL KARL FEYERABEND



A. Feyerabend dan Latar Belakang Pemikirannya

            Paul Karl Feyerabend dilahirkan pada tahun 1924 di Wina, Austria. Tahun 1945 ia belajar seni theater dan sejarah theater di Institute for Production of Theater, The Methodological Reform of the German Theater di Waimar. Sepanjang hidupnya ia menyukai drama dan kesenian. Hal ini tampak dalam karya-karyanya, di mana ia memasukan contoh-contoh dari dunia seni untuk menjelaskan pemikiran ilmiahnya.

            Ia mempelajari Astronomi, Matematika, Sejarah, Filsafat dan memperoleh gelar Doktor dalam bidang Fisika di Wina, Austria. Dalam hidupnya ia percaya bahwa ilmu pengetahuan itu paling hebat dan bahwa terdapat hukum-hikum universal yang berlaku dalam segala tindakan yang secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan.

            Pada tahun 50-an, ia mengikuti seminar-seminar filsafat dari Karl Popper di London. Pada saat itu, ia masih memegang teguh keyakinan rasionalitasnya, namun akibat perkenalannya dengan Lakatos, pemikiran Feyerabend berubah drastis. Ia melihat keyakinan bahwa dalam sejarah mekanika kuantum, bermacam-macam patokan telah dilanggar dan anehnya patokan itu dijunjung tinggi oleh para filsuf bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Di sini,kemudian Feyerabend melihat bahwa segala pencarian hukum universal adalah ilusi belaka.

            Pada tahun 1958, ia menjadi guru besar Universitas California di Berkeley dan berkenalan dengan Carl Freither van Weizsacker, seorang ahli matematika kuantum. Berkat perkenalannya dengan Weizsacker inilah pemikiran anarkisme ilmu pengetahuan Feyerabend mencapai puncak. Puncak pemikiran anarkisnya tertuang dalam Against Method yang terbit pada tahun 1970.

            Pemikiran Feyerabend tentang anarkisme ilmu pengetahuan dilatar belakangi oleh dominasi paradigma pemikiran positivistic yang telah dimulai pada abad ke-19. August Comte sebagai pencetus paradigma positivisme terpengaruh Descartes yang menyatakan ilmu yang mendasari segala macam ilmu adalah matematika-astronomika-kimia-fisika-biologi dan puncaknya adalah fisika social ( Sosiologi ). Comte menyatakan, bahwa baru setelah manusia mencapai penyelidikan-penyelidikan ilmiah, manusia akan mendapatkan temuan-temuan yang bermanfaat. Ilmu-ilmu pengetahuan non-alam akan kesulitan mendapatkan legitimasi karena akan berhadapan dengan kesulitan-kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu berkaitan dengan tafsiran-tafsiran yang tidak eksak, sehingga kurang memberikan kemanfaatan bagi manusia modern.



B. Anarkisme Epistemologis Karl Feyerabend

            Feyerabend adalah seorang yang sangat concern terhadap pengkonstruksian filsafat ilmu berdasarkan fakta sejarah ilmu. Ia mengkritik pandangan yang menganggap metode, aliran atau sistem tertentu saja yang benar. Ia menyatakan “That no set of methodological rules could do justice to the complexity of the history of sciene”. Metode ilmiah bukan satu-satunya ukuran kebenaran, termasuk apa yang dikembangkan ilmu pengetahuan modern, tapi hanya merupakan salah satu dari berbagai cara atau upaya untuk mengungkapkan kebenaran.

            Istilah anarkis menunjuk pada setiap gerakan protes terhadap segala bentuk kemapanan. Anarkisme Epistemologis yang dimaksudkan oleh Feyerabend adalah anarkisme teoritis dengan alasan historis, bahwa sejarah ilmu pengetahuan tidak hanya bermuatan gagasan-gagasan dan interprestasi terhadap fakta-fakta itu sendiri serta masalah yang timbul akibat kesalahan interprestasi. Berdasarkan analisis historis kritis, ia menemukan bahwa oleh para ilmuwan, fakta hanya ditinjau dari dimensi ide belaka. Maka tidak mengherankan jika sejarah ilmu pengetahuan menjadi pelik,rancu, dan penuh dengan kesalahan.

C. Implikasinya dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan

            Jika dilihat dari karakteristik pemikiran Feyerabend, dapat dikatakan, bahwa ia adalah tokoh postmodernisme dalam bidang filsafat ilmu. Sebagai tokoh postmodernisme, maka pemikiran-pemikirannya merupakan bentuk kritik atas paradigma modernisme. Feyerabend, sebagaimana para pemikir postmodernisme lainnya, seperti Lyotard, mengkritik pemikiran abad modern Dr. Descartes ( Renaissance ) sampai dengan Hegel, yang di cap sebagai grandnarratives yang di legimitasikan. Para pemikir postmodernisme menuduh, bahwa cara berpikir seperti ini adalah sebagai cara berpikir yang mentotalisasi dan mempunyai ambisi untuk menjelaskan segala aspek lewat grand theory (Teori dasar). Epistemologi Cartesian telah melahirkan keangkuhan epistemology, bahwa realitas dapat ditaklukan melalui pendefinisian. Singkatnya, Postmodernisme menolak segala bentuk kemapanan.

  1. Feyerabend dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan

Dalam menempatkan konteks pemikiran Feyerabend, saya membatasi tulisan ini mulai dari tahun 20-an sampai Feyerabend muncul di panggung filsafat. Semenjak tahun 1920, panggung filsafat ilmu pengetahuan dikuasai oleh Aliran Positivisme Logis. Di mata aliran ini, persoalan-persoalan ilmiah harus dipecahkan dengan tekhnik-tekhnik logika matematika. Ilmu pengetahuan sendiri dirumuskan dan diuraikan sebagai kalkulasi aksiomatis, yang memberikan perangkat-perangkat hukum pada interpretasi terhadap observasi yang terbatas. Filsafat ilmu pengetahuan dipandang sebagai logika ilmu.



  1. Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan

    1. Pengertian Anarkisme

Yang dimaksud oleh Feyerabend dengan istilah anarkisme, tidak lain adalah anarkisme epistemologis. Anarkisme Epistemologis dipertentangkan dengan anarkisme politis atau religius. Dikatakannya, apabila anarkisme politis berarti suatu perlawanan terhadap segala bentuk kemampuan ( kekuasaan Negara, institusi-institusi, dan ideologi-ideologi yang menopangnya ), mungkin anarkisme epistemologis tidak selalu punya loyalitas ataupun permusuhan terhadap institusi-institusi itu.

    1. Anarkisme sebagai Kritik atas Ilmu Pegetahuan

Seluruh pemikiran Feyerabend yang diberi nama anarkisme epistemologis, merupakan suatu kritik. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mengkritik dari dua sisi. Dalam sudut ini, keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pertama, Anti Metode. Kedua, Anti Ilmu Pengetahuan.

·         Anti - Metode
Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mau melawan tubuh ilmu pengetahuan. Ia memegang semboyan Anti-Metode. Dengan semboyan itu, ia mau melawan ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuwan dianggap mempunyai satu metode yang baku dan universal serta tahan sepanjang masa, lagi pula dapat membawahi semua fakta dan penelitian. Menurut Feyerabend, Klaim itu tidak realistis dan jahat. Tidak realistis, karena kenyataannya ilmu pengetahuan hanya diambil dari pandangan sederhana atas dasar kemampuan seseorang dan dari lingkungan tertentu. Jahat, karena ilmu pengetahuan berusaha memaksakan hukum-hukun yang menghalangi berkembangnya kualitas-kualitas profesiaonal kita dengan mempertaruhkan kemampuan kita.

·         Anti - Ilmu Pengetahuan
Atas nama kebebasan yang sama, Feyerabend mempunyai sikap anti-ilmu pengetahuan. Anti-ilmu pengetahuan tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud utamanya. Dengan sikap ini, ia mau melawan ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuwan dianggap lebih unggul ketimbang bidang-bidang atau bentuk-bentuk pengetahuan lain, seperti Sihir, Magic, Mitos dan lain sebagainya.


Teori Anarkitis Feyerabend tentang Pengetahuan

            Salah satu pandangan tentang ilmu yang paling menantang dan provokatif adalah pandangan yang dikemukakan dan dibela secara gemilang oleh Paul Feyerabend. Tidak ada penilaian mengenai watak dan status ilmu akan lengkap tanpa satu usaha untuk memahaminya. Di sini saya akan memberikan ringkasan dan menilai apa yang saya pandang sebagai segi-segi kunci pandangan Feyerabend, terrutama sebagaimana ia muncul di dalam bukunya: Against Method.

  1. Apa Saja Boleh

Feyerabend berkeras sekali pada klaimnya bahwa tidak ada metodologi ilmu yang pernah dikemukakan selama ini mencapai sukses. Cara utama, walaupun bukan satu-satunya, yang ia gunakan untuk mendukung klaimnya ialah memperlihatkan bagaimana metodologi-metodologi tidak sejalan atau tidak bisa cocok dengan sejarah fisika. Banyak argumennya dalam menentang metodologi yang saya beri cap sebagai induktivisme dan falsifikasionisme, adalah serupa dengan argument-argumen yang sudah pernah dijelaskan sebelumnya.

  1. Tidak bias saling diukur dengan standar yang sama

Suatu komponen penting dari analisa Feyerabend tentang ilmu, ialah pandangannya tentang ilmu-ilmu yang tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama. Dalam hal ini terdapat kesamaan dengan pandangan Kuhn mengenai masalah paradigma. Konsepsi Feyerabend tentang ilmu-ilmu yang tidak bisa saling diukur dengan standar yang sama, adalah sebagai ketergantungan observasi pada teori. Makna dan interpretasi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan observasi yang digunakan akan tergantung pada konteks teoritis dalam mana makna dan keterangan observasi itu muncul.

  1. Ilmu tidak harus mengungguli bidang-bidang lain

Aspek lain yang penting dari pandangan Feyerabend tentang ilmu menyangkut hubungan antara ilmu dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya. Ia mengemukakan, bahwa banyak kaum metodologis sudah menganggap benar, tanpa argumentasi, bahwa ilmu ( atau mungkin fisika ) membentuk paradigma rasionalitas.

  1. Kebebasan Individu

Banyak hal di dalam tesis Feyerabend Against Method adalah negativ. Ia menyangkal klaim, bahwa ada metode yang mampu menerangkan sejarah fisika. Ia menyangkal, bahwa superioritas fisika atas bentuk-bentuk pengetahuan lain dapat dikukuhkan dengan minta bantuan pada suatu metode ilmiah. Walaupun begitu, terdapat juga segi positif di dalam kasus Feyerabend itu. Feyerabend membela apa yang ia sebut sebagai “Sikap Kemanusiawian”. Menurut sikap ini, manusia individual harus bebas dan memiliki kebebasan kurang lebih seperti di dalam pengertian John Stewart Mill yang membelanya dalam esai “On Liberty” Feyerabend menyetujui “Usaha meningkatkan kebebasan,untuk menuju ke kehidupan yang penuh dan produktif”. Ia mendukung John Stewart Mill dalam membela  “Pembinaan individualitas yang secara pribadi berproduksi, atau dapat memproduksi manusia-manusia yang maju.

  1. Pandangan Althusser

Pandangan materialis tentang ilmu yang akan saya uraikan secara garis besar ini berdasarkan tulisan-tulisan seorang Marxis Prancis, Louis Althusser. Sebagai materialis, filsafat althusser di dasarkan pada suatu interpretasi materialisme Karl Marx, sedangkan banyak dari epistemologinya berasal dari filsuf Prancis lain, seperti Gaston Bachelard.

Dalam satu pengertian tertentu, materialisme dapat dilihat sebagai suatu usaha menggunakan pendekatan objektif dalam konteks penerapan ilmu pada masyarakat sebagai keseluruhan. Tidak hanya ilmu, tetapi sejarah ( perubahan sosial ) pun adalah suatu proses tanpa subjek.




REFERENSI

A.F. Chalmers, 1983, Apa  itu  yang Dinamakan Ilmu, Terj. Redaksi  Hasta  Mitra,  Hasta     
            Mitra, Jakarta.
Akhyar Yusuf Lubis, 2003, Paul Feyerabend: Penggagas Antimetode, Teraju, Jakarta.
Amsal Bakhtiar, 2004, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta.
Donny Gahral Adian, 2002, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan, Teraju, Jakarta.
Jerome R. Ravertz, 2004, Filsafat Ilmu, Terj. Saut Pasaribu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Juhaya S. Praja, 2002, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam, Teraju, Jakarta.
Jujun S. Suriasumantri (ed.), 1983, Ilmu dalam Perspektif, Gramedia, Jakarta.
Jujun S. Suriasumantri, 1984, Filsafat  Ilmu, Sebuah  Pengantar  Populer, Sinar Harapan,
            Jakarta.
Listiyono  Santoso, dkk., 2003,  Seri   Pemikiran    Tokoh:  Epistemologi   Kiri,  Ar-Ruzz,
            Yogyakarta.
M. Amin  Abdullah,  dkk., 2003, Menyatukan   Kembali   Ilmu-ilmu  Agama  dan  Umum, 
Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta.
Mohammad Muslih, 2004, Filsafat Ilmu, Belukar, Yogyakarta.
Mulyadhi Kartanegara, 2003, Pengantar Epistemologi Islam, Mizan, Bandung.
Osman  Bakar, 1997,  Hierarki    Ilmu:  Membangun   Kerangka-Pikir   Islamisasi    Ilmu,
            Mizan, Bandung.
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, 2002, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sonny  Keraf & Mikhael   Dua, 2001,  Ilmu  Pengetahuan:  Sebuah   Tinjauan   Filosofis,
            Kanisius, Yogyakarta.
Tim  Redaksi   Driyakarta, 1993, Hakekat  Pengetahuan   dan   Cara   Kerja    Ilmu-ilmu,
            Gramedia, Jakarta.

No comments:

Post a Comment