Thursday, July 22, 2010

Konsep Manusia Dalam Agama Budha

Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam ajaran yang disebut tilakhama (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) . Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.
Manusia dalam ajaran Buddha merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya ditentukan pada saat pembuahan karena karma dari perbuatannya dalam hidup terdahulu. Ditinjau dari hukum karma, ada akibatnya bila orang melakukan pelanggaran seksual. Ajaran Budhha sangat menuntut disiplin dalam perbuatan seksual. Dan kedua unsur tersebut diatas adalah dasar dari manusia, oleh karena itu, Sebagaimana dijelaskan dalam buku filsafat whitehead tentang jati diri manusia bahwa emosi, kenikmatan, harapan, kekuatan, penyesalan dan macam-macam pengalaman mental adalah unsur-unsur pembentuk jiwa manusia. Badan juga berfungsi sebagi “bidang ekspresi manusia”. Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari kegiatan-kegiatan mental, dari yang paling rendah hingga yang bersifat intelektual.
Dalam agama Buddhis manusia terikat oleh 5 kelompok ikatan Skanda (panca skanda) yang terdiri dari rupa (bentuk jasmani), vedanna (perasaan), sanna (pencerapan, penginderaan), sankhara (bentuk pikiran), vinnana (kesadaran).
Tujuan akhir manusia adalah mencapai pencerahan atau Nibbana, dengan tercapainya nibbana tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia, tak ada harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan kelangsungan dirinya. Dengan mencapai tahap ini manusia sudah tidak lagi memiliki keinginan, nafsu-nafsu kotor, sudah lepas dari segala ikatan dunia dan ikatan kamma itu sendiri.
Manusia memiliki potensi yang tak terbatas. Dimana potensi trersebut banyak tidak dipergunakan oleh manusia. Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian tertinggi). Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha, Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado- pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), ada dan tidak berubah (nathitassannahattan-pannayati). Nibbana disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam Paramathadi panitika disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut Nibbana).
Cara untuk mencapai pecerahan adalah dengan menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan perenungan terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca), tidak bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi bermacam arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu keinginan, kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan kesucian, sampai bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana.
Jalan untuk mencapainya tertuang dalam delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) yang terdiri dari tiga usaha besar yang harus dijalankan tiap hari yaitu: menjalankan Panna (kebijaksanaan), Sila (tata susila hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu keinginan untuk sampai pada kesadaran).
Mereka yang mencapai nibbana tidak lagi menaruh perhatian terhadap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun kamma baru, melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:
1. Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.
2. Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.
3. Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.

Dari tiga hal diatas dapat diambil kesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu menyadari ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat. Jika anda menabur benih dan berusaha memeliharanya agar tumbuh dengan baik, pasti benih itu akan mendatangkan hasil.

No comments:

Post a Comment