Pendahluan
Kehidupan dialam semesta, dalam kesatuan social maupun
sebagai individu tidak dapat berlangsung, kalau tidak dipelihara dan dirangsang
dengan ritus-ritus yagn menjamin kesesuaian dengan kekuatan-kekuatan kosmis
atau ilahi, begitulah pemikiran manusia-manusia religius. Ritus-ritus inisiasi
dipraktikkan di mana-mana. Mereka menyucikan situasi-situasi kritis dan
marginal dalam hidup individu dan kolektif. Persiapan-persiapan sebelum
kelahiran, upacara-upacara sekitar kelahiran, inisiasi pemberian nama waktu
pubertas, perkawinan, sakit dan upacara-upacara pemakaman diselengarakan diseluruh
dunia untuk mencegah bahaya-bahaya yagn tersembunyi dalam perpindahan dari satu
tahap kehidupan ketahap yang lain dan untuk menjamin kontak yang sangat
diperlukan dengan sumber kehidupan. Tidak hanya kejadia-kejadian sangat penting
dalam hidup, tetapi juga kegiatan-kegiatan kerja yang rutin serta permainan
memperoleh kemanjuran dan kekuatan dari ritus-ritus yang mengirinya sebagai
contoh pembuatan perkaks, pembangunan rumah, pembuatan perahu, pengolahan
tanah, berburu dan memancing, mengadakan perang, semua ini memerlukan
inkarnasi, pengilahian dan dedikasi.
Dari semua ritus ini, upacara kurban mempunyai tempat
utama karena dengannya manusia religius mengadakan persembahan diri kepada
Tuhan lewat suatu pemberian; dan hubungan serta komunikasi yang erat antara dia
dengan Tuhan ditetapkan lewat keikut sertaan dan ambil bagian dalam persembahan
yang disucikan. Oleh karena itu, tidak perlu diragukan bahwa upacara kurban
tampak sebagai suatu ritus religius yang penting dan pada banyak suku bangsa
kurban darah merupakan tindakan religius inti. Kita akan mencoba menganlisis
fenomena ini terutama yang tampak dalam kurban da,am agama Islam.
Asal Mula Kurban Dalam Islam
Upacara kurban dalam Islam berasal dari nabi Ibrahim
yagn banyak disebut sebagai bapak dari para nabi dalam Islam. Pada awalnya
Ibrahim tidak dikarunia anak oleh Tuhan, dan saking inginnya ia terhadap anak
ia selalu berdo’a baik siang dan malam terhadap Tuhan, dan ia berjanji akan
menyerahkan anaknya kepada Tuhan. lalu pada suatu waktu istri beliau yang kedua
yang bernama Siti Hajar tak lama kemudian mengandung dan melahirkan seorang
putra yang bernama Isma’il dan ini adalah anak pertama dari nabi Ibrahim.
Ketika usia Isma’il kira-kira mencapai Tujuh tahun pada
suatu malam Ibarahim bermimpi bertemu dengan Tuhan dan Tuhan memerintahkan
kepada Ibarahim untuk menyembelih anaknya yang bernama Isma’il untuk memenuhi
janji beliau yang akan menyerahkan anaknya kepada Tuhan. Setelah mimpi itu datang
kepada Ibrahim selama kurang lebih tiga malam berturut-turut Ibrahim pun
mendiskusikannya dengan anaknya Isma’il tentang mimpinya tersebut. Dan Isma’il
pun menjawab “wahai ayahku , jika itu adalah perintah tuhan maka laksakanlah
tanpa ada keraguan”. Lalu ibrahim melaksanakan hal tersebut pada hari yang
telah ditentukan tapi ketika Ibarahim akan menyembelih anaknya datanglah
malaikat jibril kepada Ibrahim dan mengganti Isma’il dengan seekor kambing yang
gemuk. Dan memerintahkan kepada Ibrahim untuk melaksanakan kurban tiap tahun
sebagai rasa syukur beliau terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Inilah awal mula kurban dalam Islam yang sampai saat ini
dilaksanakan oleh seluruh ummat Islam sebagai hari raya ‘idul Adha atau hari
raya kurban yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah setiap tahun.
Arti Upacara Kurban
Upacara kurban dapat diartikan sebagai sebuah hubungan
yang bagus dalam bentuk komuniksi nonverbal antara Tuhan dan manusia. Karena
mencakup pertukaran barang dan jasa pada taraf yang religius. Upacara kurban
secara ritual benar-benar suatu bentuk pertukaran antara manusia dan makhluk
adikodrati: manusia pengurban memberikan barang-barangnya dan penerima ilahi
bereaksi. Dalam hubungan religius pertukaran barang-barang tidak menunjukkan
hubungan timbale balik yang sejajar secara langsung. Seseorang dapat
mempersembahkan barang-barang untuk menyatkan Syukur, menyembah dan memberi
penghormatan, memberi silih atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan, merayakan
kejadian-kejadian khusus dan memelihara hubungan-ubungan yang baik. Upacara
kurban sebagai suatu komunikasi non verbal antara manusia dan makhluk
adikodrati, meliputi persembahan, persekutuan dan silih.
Pertama kurban sebagai suatu persembahan hadiah. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, Tuhan diberi suatu hadiah sebagai ucapan
Syukur maupun balas jasa atas sesuatu hal. Persembahan ini berupa buah-buahan
pertama, hasil ternak yang pertama atau hasil perburuan, sebelum seseorang
mengambil keuntungan bagi dirinya. Dalam antropologi social persembahan secara tidak langsung
mengimplikasikan suatu pertukaran barang dan jasa yang, meskipun dianggap
muncul dari kehendak mereka, merupakan kewajiban dari tingkah laku social.
Persembahan-persembahan dilakukan dengan pengharapan yang jelas bahwa ganjaran
balasan akan diberikan lewat suatu cara. Secara tidak langsung sebagai suatu
pembayaran atas sesuatu yang lebih baik.
Yang kedua kuraban dianggap sebagai persekutuan antara
Makhluk adikodrati dan manusia. Robrtson Smith berpendapta bahwa dalam
bentuknya yang paling khas, upacara kurban diantara bangsa semit, dan mungkin
kelompok-kelompok yang lain, berupa perjamuan makan dimana para pengurban dan
Makhluk adikodrati berbagi makanan yang sama, dengan mana mereka distukan dan
sang kurban dalam arti tertentu identik dengan tuhan sendiri. Sementara
mengakui bahwa persekutuan adalah unsure hakiki dalam upcara kuraban kita
berpikir bahwa arti salin berbagi bersama, memberi dan menerima sudah tertanam
dalam persekutuan itu sendiri. Dengan kata lain, pengurban makan apa yang
dipersembahkan, apa yang diberikan sebagi hadiah. Ini adalah hadiah yang berupa
barang yang dimakan dan bukan sesuatu yang lain. Demikianlah upacara kurban
membentuk unsure hakiki dari upacara kuraban itu sendiri.
Yang ketiga upacara kurban sebagai silih, H. Hubert dan
M. Mauss memberikan definisi upacara kurban sebagai berikut: “upacara kurban
adalah suatu tindakan religius yang, melalui penyucian kurban, mengubah keadaan
moral orang-orang yang melaksanakannya ataupun keadaan benda-benda
tertentu yang ia maksudkan.” Menurut
mereka setiap upacara kurban selalu mengimplikasikan secara tidak langsung
suatu penyucian, karena dengan itulah suatu benda berubah dari status profane
ke status holy; tindakan dan hadiah berpindah dari wilayah umum menuju wilayah
religius. Penyucian kurban berbeda dari penyucian-penyucian lainnya. sebagai
contoh, ketika seorang raja disucikan, hanya kepribadian religiusnya sajalah
yang diubah, hal lainnya tidak diubah. Tetapi penyucian juga mengenai
moral orang yang melakukan upacara.
Peneyelenggara korba (orange yang menyediakan korban) melakukan persinggahan
pada yang kudus, pada yang religius, yaitu: secara religius diubah. Pengurban
bisa seorang pribadi maupun suatu kelurga, klan, suku atau bangsa. Barang yang
disucikan menjadi pengantaraan bagi pengurban dan Makhluk adikodrati kepada
siapa upacara kurban itu dilakukan. Kurban menghasilakan akibat terjadinya
komunikasi antara yagn kudus dengan yang profane, sementara itu imam berlaku
sebagai pelaksna kurban maupun wakil Tuhan.
Penutup
Upacara kurban dalam islam adalah suatu tanda syukur
dari hamba terhada Tuhan atas risky yang telah diterima oleh seorang hamba. Dan
sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpahan kasih dan rahmatnya.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan
kami mohon kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk
memperbaiki pada pembuatan makalah kami yang selanjutnya.