Pendahuluan
Saudi Arabia adalah sebuah Negara yang terkenal dengan kota islam
yang merupakan tempat kelahiran nabi besar Muhammad SAW, dan tempat pertama
kali Islam muncul serta daerah inilah yang pertama kali menjadi basis kekuatan Islam dengan Negara islam yang
berhasil menguasai seluruh timur tengah dan sampai ke afrika dan seluruh
spanyol.
Muhammd bin Abdul Wahhab (1703-1787 M )
Pembaharuan yang terjadi di Saudi Arabia
yang dipelopori oleh Muhammd bin Abdul Wahhab. Beliau berasal dari Nejd sebuah kota di Arabia . Setelah
menyelesaikannya pelajarannya di Mediah dia pergi merantau ke Basrah dan
tinggal dikota ini selama empat tahun. Selanjutnya ia pindah ke Baghdad dan disini ia
memasuki hidup perkawinan dengan seorang wanita kaya. Lima
tahun kemudian, setelah istrinya meniggal dunia, ia pindah ke Kurdistan,
selanjutnya ke Hmadan dan ke Isfahan .
Dikota yang tersebut akhir ini ia sempat mempelajari falsafat dan tasawwuf.
Setelah merantau bertahun-tahun ia akhirnya kembali ketempat ke;lahirannya
yaitu Nejd .[1]
Pemikiran ibnu Abdul Wahhab
Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk
memperbaiki kedudukan ummat islam timbul bukan sebagai reaksi terhadap suasana
politik seperti yang terdapat di kerajaan Turki Ustmani dan kerajaan Mughal,
tetapi sebagai reaksi terhadap faham tauhid yang terdapat dikalangan ummat
islam diwaktu iut. Kemurnian faham tauhid mereka telah dirusak oleh
ajaran-ajaran tarekat yang semenjak abad ketiga belas memang tersebar luas
didunia Islam.
Di tiap Negara Islam yang dikunjunginya Muhammad bin Abdul Wahhab
melihat kubura-kuburan syekh tarekat bertebaran. Tiap kota , bahkan kampung-kampung, mempunyai kuburan
syekh atau wali masing-masing. Ke kuburan-kuburan itu ummat Islam pergi naik
haji dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dikuburkan di dalamnya,
untuk menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari. Ada yang meminta supaya diberi anak, minta
supaya disembuhkan dari penyakit yang dideritanya dan ada pula yang meminta
supaya diberi kekayaan. Demikianlah bermacam-macam permohonan yang diajukan
kepada syekh atau wali yang di istirahatkan dalam kuburan-kuburan itu. Syekh
atau wali yang telah meniggal dunia itu dipandang sebagai orang yang berkuasa
menyelesaikan segala persoaalan yang dihadapi manusia.
Karena pengaruh tarekat ini, permohonan dan do,a tidak lagi langsung
dipanjatkan kepada Tuhan, tetapi melalui syafa’at syekh atau wali tarekat, yang
dipandang sebagai orang yang dapat mendekati Tuhan dan dapat memperoleh
rahmat-Nya. Menurut keyakinan orang-orang yang berziarah kekuburan syekh dan
wali tarekat tersebut diata, Tuahan tidak dapat didekati kecuali melalui
perantara. Bagi mereka, sebagai kata Ahmad Amin, “ Tuahan menyerupai raja dunia
zalim yang untuk menperoleh belas kasihnya harus didekati melalui orang-orang
besar dan berkuasa yang ada disekitarnya”[2].
Tetapi sebagai dilihat oleh Muhammad bin abdul Wahhab kemurnian
tauhid bukan hanya dirusak oleh pemujaan kepada syekh atau wali, faham animisme
masih mempengaruhi keyakinan ummat Islam. Disatu tempat ia melihat orang berziarah kesebatang pohon korma,
karena pohon itu diyakini mempunyai kekuatan ghaib. Di tempat lain ia melihat
sebuah batu besar yang dipuja oleh kaum muslimin, dan mereka berziarah
ketempat-tempat tersebut unutk meminta pertolongan dalam mengatasi
persoalan-persoalan hidup mereka. Tuhan yang merupakan tempat mereka mengadu
dan juga mengharap segala sesuatu telah dilupakan.
Ketika khurafat dan
kebodohan telah menyebar luas dalam Negara-negara Islam. Yaitu masa-masa
keterkaitan ummat islam dengan prinsip-prinsip(pokok pokok) pegangan mereka
baik secara ilmiah maupun keyakinan telah lemah dan loyo, menurut Muhammad
Abdul Wahhab akan mengakibatkan:
± Kebodohan
yang keji; penyebabnya adalah minimnya ilmu
pengetahuan disamping ituilmu pengetahuan itu sendiri telah dikotori oleh
berbagai kesalah pahaman.
± Penyimpangan
Aqidah; penyebabnya dominasi khurafat dan
tahayul-tahayul yang begitu hebat di tambah bid’ah-bid’ah yang telah tersebar
luas dimana-mana.
± Kegoncangan
dalam perbuatan; penyebanya dalah karena hilangnya manhaj (system) praktis.
± Tenggelamnya
dalam perselisihan; penyebabnya adalah lemahnya
iman dan semakin retaknya tali persaudaraan ditambah betapa rendahnya
pengetahuan mengenai kepentingan umat.
± Terkagum-kagum
dengan bangsa barat; penyebabnya tidak ada rasa
percaya diri terhadap diri sendiri.
± Menjadi
makanan empuk buat keinginan bangsa asing;
penyebabnya karena semua yang tersebut di atas.[3]
Keyakinan ini menurut faham Muhammd bin Abdul Wahhab telah msuk dari
perbuata syirik atau politeisme. Dan syirik adalah dosa terbesar dalam islam,
dosa yang tak dapat di ampuni Tuhan.
Soal tauhid memang merupakan ajaran yang paling dasar salam Islam.
Dan oleh karena itu tidak mengheranan kalau Muhammad bin Wahhab memusatkan
perhatian pada soal ini. Ia berpendaoat:
- Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan, dan orang yang menyembah selain Tuhan telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.
- Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut faham tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi dari Tuhan, tetapi dari syekh atau wali dan dari kekuatan ghaib. Orang islam demikian juga telah menjadi musyrik.
- Menyebut nama Nabi, syekh atau malaikat sebagai perantara dalam do’a juga merupakan syirik.
- Meminta syafa’at selain dari Tuhan juga syirik.
- Bernazar kepada selain dari Tuhan juga syirik.
- Memperoleh pengetahuna selain dari Al-Qur’an, hadist dan qias(analogi) merupakan kekufuran.
- Tidak percaya kepada qadha dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
- Demikian pula menafsirkan Al-Qur’an dengan Ta’wil ( interpretasi bebas) adalah kufur.[4]
Semua yang diatas ia anggap bid’ah dan bid’ah adalah kesesatan.
Unutk melepaskan ummat islam dari kesesatan ini ia berpendapat bahwa ummat
islam harus kembali kepada Islam asli. Yang dimaksud dengan Islam asli adalah
Islam sebagai yang dianut dan dipraktekkan pada zaman Nabi, sahabat serta
tabi’in, yaitu sampai abad ketiga haijriah.
Kepercayaan dan praktek-praktek lain yang timbul sesudah masa itu
bukanlah ajaran asli dari ajaran Islam dan harus ditinggalkan. Dengan demikian
taklid dan patuh kepada pendapat ulam sesudah abad ketiga tidak dibenarkan.
Pendapat dan penafsiran ulama tidaklah merupaka sumber dari ajaran-ajaran
Islam. Sumber yang diakuinya hanyalah Al-Qur’an dan hadist. Dan untuk memahami
ajaran-ajaran yang terkandung dalam kedua sumber tersebut dipakai ijtihad.
Baginya pintu ijtihad tidak tertutup dan tetap terbuka sampai kapanpun.
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam menyampaikan dakwahnya sealu
terang-terangan dan tampa
sembunyi-sembunyi atau melalui surat-surat yang beliau kirmkan kepada
orang-orang yang berpengaruh pada masa itu, mengadakan hubungan secara
pribadi,mengadakan studi tour dan kajian-kajian. Beliau bukanlah hanya seorang
teoris, tetapi juga pemimpin yang dengan aktif berusaha mewujudkan
pemikirannya.[5]
Dalam menjalankan dakwahnya ia mendapat sokongan dari Muhammad Ibnu Su’ud dan
sesudah Ibn Su’ud meninggal ia juga mendapat sokongan putrnya yaitu Abdul Aziz
di Nejd. Faham-faham beliau mulaitesiar dan golongannyabertambah kuat, sehingga
di tahun 1773 M mereka dapat menduduki Riad. Di tahun 1787 Muhammad Abdul
Wahhab meninggal dunia tapi ajarannya tetap hidup dengan mengambil bentuk
aliran yang dikenal dengan nama Wahhabiah[6].
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid, kuburan-kuburan yang banyak
dikunjungi dengan tujuan mencari syaf’at
atau lain sebagainya yang membawa kejalan faham syirik mereka usahakan
menghapuskannya. Di tahun 1802 mereka serang karbala , karena dikota initerdapat kuburan
Al-Husain, yangmerupakan kiblat bagi golongan Syi’ah. Beberapa tahun kemudian
mereka menerang Medinah. Kubah-kubah yang ada diatas kuburan-kuburan mereka
hancurkan. Hiasan-hiasan yang ada dikuburan nabi mereka rusak. Dari Medinah
mereka teruskan penyerangan ke Mekkah. Kiswah sutra yang menutup Ka’bah juga
dirusak-rusak. Mereka menganggap semua itu adalah bid’ah.
Kemajuan-kemajuan yang mereka peroleh mencemaskan bagi kerajaan
Ustmani di Istambul. Sultan Mahmud II memberi perintah kepada Khedewi Muhammad
Ali di Mesir supaya mematahkan gerakan
Wahhabiah. Ekspedisi yang dikirim dari Mesir dapat membebaskan Medinah dan
Mekkah di tahun 1813 M. kedua kota ini jatuh kebawah kekuasaan Wahhabiah di
tahun 1804 dan 1806 M. tetapi di permulaan abad dua puluh gerakan Wahhabiah
bangkit kembali dan raja Abdul Aziz dapat menduduki Mekkah di tahun 1924 M dan setahun kemudian
juga Medinah dan Jeddah. Mulai dari waktu itu dan mazhab dan kekuatan politik
Wahhabiah mempunyai kedudukan yang kuat ditanah suci ini.
Raja Abdul Aziz menggunakan kekuasaannya dalam meneguhkan tauhid dan
aqidah yang dapat menyelamatkan manusia di negrinya, maka beliau dalam
menyebarkan aqidah itu diluar negrinya dengan mempergunkan dua media:
- Mengirim para juru dakwah.
- Menyebarkan buku-buku tauhid yang murni dan aqidah Ahlussunnah[7]
Pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab yang mempunyai
pengaruh perkembangan pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas adalah
sebagai berikut:
- Hanya Al-Qur’an dan haditslah yang merupakan sumber asli ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber hukum maupun pegangan.
- Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
- Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup.
Penutup
Pembaruan yang terjadi di Saudi Arabia adalah semata-mata
refleksi ketidak puasan Mhammad Abdul Wahhab yang melihat sudah banyak terjadi
penurunan dalam dunia islam karena disebabkan oleh Khurafat, bid’ah, dan
tahayul.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-besarnya
apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk memperbaiki pada pembuatan
makalah kami yang selanjutnya.
makalah kami yang selanjutnya.
Daftar pustaka
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, IAIn Ciputat,
hal.26
Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin. Kajian Komprehensif Aqidah Ahlusunnah Wal
Jama’a,. Titian Ilahi Pres, Yogykarta
[1] Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam, IAIn Ciputat, hal.23
[2] Ibid hal. 24
[3] Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin. Kajian
Komprehensif Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’a,. Titian Ilahi Pres, Yogykarta,
hal.76
[4] Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam, IAIn Ciputat, hal.25
[5]Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin. Kajian
Komprehensif Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’a,. Titian Ilahi Pres, Yogykarta,
hal.82
[6] Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam, IAIn Ciputat, hal.26
[7] Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin. Kajian
Komprehensif Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’a,. Titian Ilahi Pres, Yogykarta,
hal.93