Pendahuluan
Mojokunto, kota kecil di
bagian tenganh jawa timur, adalah kota
yang terletak di ujung paling timur suatu daratan besar persawahan. Letaknya
setengah hari perjalan dari Surabaya , kota terbesar kedua di Indonesia . Kota
ini menjadi pusat perdagangan, pendidikan dan pemerintahan untuk delapan beals
desa disekitarnya, kota
itu berpenduduk sekitar 20.000 orang penduduk.
Bila penguasa masuk Islam dan mengesahkan dirinya
sebagai raja beragama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah
kerajaannya, rakyat pun masuk agama yang baru itu. Para Ulama menjalankan
jabatannya dengan menjadi penasihat, hakim dan guru agama (muballig) dalam
batas-batas social, budayawi, dan politik yang diterapkan oleh kaum bangsawan
Jawa, para pelestari Tradisi Jawa-Hindu. Meskipun syari’at Islam menjadi kaidah
hukumnya, terutama dalam urusan perkawinan, namun syari’at Islam tidak dapat
seluruhnya menggantikan adat. Keraton
(Istana) Jaea tidak selalu harus menjadi keraton yang bercorak Islam.
Kerja sama antara para wali dan para rajamenghasilkan
satu corak Islam yang pada mulanya disesuaikan dengan pandangan dunia dan
kepentingan baik para ulama maupun bangsawan. Hubungan kekerabatan antara
sebagian anak wali dengan kaum bangsawan malah lebih memudahkan diadakannya
kompromi. Namun pengaruh kedua golongan
elit maisng-masing berbeda.
Bagi sebagian masyarakat, pandangna dunia kaum ulama
sebagi golongan elit terkemukadaripada pandangan dunia kaum bangsawan. Bagian
masyarakat ini tinggal dalam lingkungan pesantren dan mesjid. Namun dibagian
lain dalam masyarakat pandangan dunia bangsawan lebih terkemuka. Biasanya
masyarakat ini tinggal di sekitar keraton, tempat tinggal raja dan kaum
bangsawan yaitu pusat kerajaan, pusat kebudayaan tinggi serta pusat kesenian.
Perkembangan dua golongan rakyat itu tadi menurut dua
golongan elit yang berbeda, yaitu kyai dan ulam pada satu pihak sreta kaum
bangsawan pada pihak yang lain, merupakan bukti adanya dua pandangan dunia dan
arah pemikiran yang berlainan. Sejak saat itulah orang jawa terpaksa membedakan
antara mereka yang mendasarkan pandangan dunianya pada asas-asas Islam, yaitu
para Santri, dengan mereka yang mendasarkan pandangan dunianya pada
tradisi kebudayaan jawa, yaitu para Abangan. Sesuai dengan itu kaum
muslimin jawa telah terbelah menjadi golongan santri dan golongan abangan.
Tetapi ini tidak berarti bahwa batas antara dua golongan ini tampak tegas[1],
hanya sekedar pemisahan kaum elit saja pada masa itu.
Tradisi keagamaan abangan, yang terutama sekali terdiri
dari pesta keupacaraan yang disebut slametan, kepercayyaan yang kompleks dan
rumit terhadap mahkluk halus dans eluruh rangkaian teori dan praktek
pengobatan, kekauatan Ghaib, adalah system keagamaan orang jawa yang akan coba
kami uraikan dalam makalah ini.
Slametan
Dipusat seluruh sistem keagamaan orang jawa terdapat
suatu upacara yang sederhana, formal, tidak dramatis dan hamper-hampir
mengandung rahasia slmetan (kadang disebut kenduren). slmetan
diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan dengan suatu keajadian
yang ingin diperingati, ditebus, dikuduskan. Kelahiran, perkawinan, kematian,
pindah rumah, panen, ganti nama, sakit, memohon kepada aewah pejaga desa, dan
lain sebaginya dan semua itu membutuhkan acara atau ritual yang disebut slmetan.
Acara ini kebanyakan diadakan setel;ah matahari terbenam
atau malam hari dan pada acara tersebutakan diadakan acara yang besar dimana tuan rumah mengundang
orang-orang dan seorang ahli agama untuk memimpin acara tersebut. Pada siang
hari sebelum acara biasanya digunakan oleh tuan rumahuntuk menyiapkan bahan
makanan untuk nanti malam yang biasanya dilakukan oleh kaum wanita. Sedangkan
pada inti acaranya nanti yang ikut acara kebanyakan adalah kaum pria saja.
Makna dari diadakannya slametan ini adalah untuk
menajaga kebersamaan dan tiada perrbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.
Dan menurut kepercayaan yang beredar bahwasannya slmetan dapat menjaga
seseorang dari hal-hal yang berbau ghaib.[2]
Siklus slmetan
ada empat yaitu: [1] yang berkisar sekita krisis
kehidupan-kelahiran, khitanan, perkawina, dan kematian. [2] yang ada
hubungannya dengan hari raya Islam-malud nabi, idul fitri, idul adha dan
sebagainya. [3] yang ada sangkutannya dengan integrasi desa, bersih desa
(harfiah berarti pembersihan desa dari para mahkluk halus). [4] slmetan sela
yang diselenggarakan dalam waktu yang tidak tetap, tergantung kepada kejaidian
luar biasa yang dialami oleh seseorang-keerangkatan untuk perjalanan jauh,
pindah tempat, ganti nama, sakit, terkena tenung dan sebagainya.[3]
Kepercayaan Terhadap
Mahluk Ghaib
Kepercayaaan orang abangan terhadap
mahkluk ghaib/halus yang mereka percayai adalah 1-memedi (tukang
menakut-nakuti), jenis ini hanya menakuti-nakuti orang saja tanpa membahayakan
bagi orang yang ditakutinya. Memedi laki-laki disebut gondoruwo dan yang
perempuan disebut wewe (istri gendoruwo yang selalu menggendong anak
kecil dengan selendang di pinggang sebagaimana ibu-ibu biasa). Memedi
biasanya ditemukan pada malam hari, khususnya ditempat-tempat yang gelap dan sepi.
Seringkali mereka ini tampak menyerupai orang tua atau wujud lainnya. 2-lelembut
(mahkluk halus) sebaliknya dari Memedi, dapat menyebabkan orang menjadi
jatuh sakit atau gila. Lelembut biasanya masuk kedalam tubuh orang, dan
kalu orang tidak diobati oeleh seorang dukun maka akan menyebabkan orang
tersebut menjadi gila bahakan ia bisa mati, dan dukun ini biasanya orang jawa
asli. 3-Tuyul (anak-anak mahkluk halus), Tuyul menyerupai
anak-anak dan biasanya dapat menjadikan sesorang menjadi kaya raya. Dan masih
banyak lagi yang lainnya seperti, Sundel Bolong(pelacur dengan lubang di
tubuhnya), Danyang (roh pelindung) dan lain sebagainya.[4]
Penutup
Kebanyakan para santri modern tidak
mau menerima ajaran yang terdapat dalam ajaran Abangan, mereka menolak ajaran tersebut.
Namun banyak pula para santri yang ortodok masih mau menerima ajaran tersebut
dengan sedikit kompromi dengan inti ajaran tersebut, dengan alasan “kebenaran
itu satu namun banyak jalan menuju kebenaran tersebut”.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan
kami mohon kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk
memperbaiki pada pembuatan
makalah kami yang selanjutnya.
makalah kami yang selanjutnya.
Daftar Pustaka
Muchatarom Zaini, Santri Dan Abangan Di
Jawa, INIS, Jakarta ,
1988
Geertz Clifford, ABANGAN,
SANTRI, PRIYAYI Dalam Masyrakat Jawa, Pusataka Jaya, Jakarta, 1983