Saturday, October 20, 2012

FILOSUF DALAM ISLAM

Pendahuluan
Perkembangan filsafat di dunia Islam pada masa bani Umayah tidaklah mendapatkan perhatian yang besar. Baru pada masa bani Abbasyiyah lah perkembangan filsafat mulai berkembang. Pada awalnya bani Abbasyiyah hanya tertarik pada perkembangan kedokteran, namun pada akhirnya filsafat mulai memasuki kancah keilmuan Islam pada masa itu.
Perkembangan paling pesat pada masa Abbasyiyah adalah pada masa khalifah Harun Al-Rasyid dan Al-Makmun. Yang banyak memberikan perhatian terhadap perkembangan Ilmu pengetahuan dan filasafat. Lalu kembali berkembang pada masa bani Umayah di Andalusia yang juga mulai mengembangkan keilmuannya yang terkenal dengan perpustakaannya yaitu: Cordova.
Namun bila dilihat dari sejarah peradaban umat Islam, maka munculnya pemikiran filsafat dalam dunia Islam ini merupakan gejala perkembangan ilmu pengetahuan  dalam masyarakat Islam sejak timbulnya agana Islam. Bukankah agama Islam telah sejak dini telah memberikan jawaban-jawaban yang tegas dan ringkas mengenai beberapa persoalan  metafisika, Tuhan, jiwa dan manusia. Pengetahuan tersebut kemudian diperluas dan dikembangkan dengan memadukan kebenaran wahyu dan akal rasio.
Maka muncullah para filosuf Islam dari negeri-negeri Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Tufail, Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, dan lain sebagainya. Namun pada kesempatan kali ini kami hanya akan membahas tentang Al-Kindi, Al-Farrabi dan Ibnu Rusyd. Karena banyaknya filosuf-filosuf yang cemerlang di dunia Islam.

Al-Kindi (796-873 M)
Nama lengakap Al-Kindi adalah  Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq Ash-Shabbah bin ‘Imran bin Isma’il bin Al-Asy’ats bin Qays Al-Kindi. Ia dilahirkan di Kuffah tahun 185 H (801M). Ayahnya adalah Gubernur Kuffah pada masa Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyid dari bani ‘Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir. Dengan demikian Al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim.[1]Al-Kindi  pada masa kecilnya memperoleh pendidikan di Bashrah. Setelah tamat dikota Bashrah ia belajar kekota Baghdad hingga tamat, Ia mahir sekali dalam berbagai macam cabang ilmu yang ada pada waktu itu, seperti ketabiban, filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi, dan lain sebagainya.
Nama Al-Kindi menanjak setelah hidup di isatana pada masa pemerintahan Al-Mu’tashim yang menggantikan Al-Makmun pada tahun 218 H (833 M) karena pada waktu itu Al-Kindi dipercaya pihak isatana menjadi guru pribadi pendidik putrnya yaitu Ahmad bin Mu’tashim. Pada masa inilah Al-Kindi berkesepatan menulis karya-karyanya setelah pada masa Al-makmun menerjemahkan kitab-kitab Yunani kedalam bahasa Arab.[2]
Al-Kindi adalah filosuf Islam yang mula-mula secara sadar mempertemukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani sebagai seorang filosuf, Al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuiinya pula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karena itu menurut Al-kindi diperlukan adanya nabi untuk mengajarkan hal-hal yang berada diluar jangkauan akal manusia yang diperolah dari wahyu Tuhan. Dengan demikianAl-Kindi tidak sepakat dengan  pemikiran filosuf yunani dalam hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran agama Islam yang diyakininya.
Karangan-karangan Al-Kindi umumnya berupa makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan filosuf lainnya. Namun sebagai filosof perintis yang menempuh jalan bukan seperti para pemikir sebelumnya, maka nama Al-Kindi memperoleh cetak biru dan mendapat tempat yang istimewa dikalangan filosu sezamannya dan sesudahnya.

Al-Farabi (870-956 M)
Nama asli beliau adalah Abu Nashr Ibnu Audagh bin Thorhan Al-Farabi. Ia dilahirkan dikota Farrab tahun 257 H (870 M). sejak kecil Al-Farabi adalah anak yang tekun dan rajin dalam belajar . dalam berolah kata, tutur bahasa ia mempunyai kecakapan yang luar biasa dan menguasai bahasa Iran, Turkistan, dan Kurdistan. Al-Farabi dalam memulai karirnya pertama-tama beliau hijrah dari kota kelahirannya kekota Baghdad yang saat itu menjadi pusat ilmu pengetahuan. Dia belajar disana selama kurang lebih dua puluh tahun. Ia  menimba ilmu pengetahuan kapada : Ibnu Suraj untuk belajar tata bahasa Arab, Abu Bisyr Matta Ibn Yunus untuk belajar ilmu manthiq (logika). Dari situ Ia mencoba pergi ke Harran yang saat itu menjadi  salah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Disana ia berguru kepada Yohana Ibn Hailan, namun tak lama kemudian ia meninggalkan kota ini dan kembali ke Baghdad. Disini ia kembali memperdalam ilmu Filsafat, Ia juga mampu mencapai ahli dalam ilmu Manthiq (logika).[3]
Al-Farabi mempunyai pengetahuan yang luas. Ia mendalami bebrbagai macam ilmu yang ada pada masanya termasuk filsafat. Ia mendefinisikan filsafat sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada (Al-Ilmu Bil Maujudaat Baina Hia Al-Maujudat). Filsafatnya yang terkenal adalah filsafat emanasi. Dalam filsafat emanasi ini ia menerangkan bahwa segala yang ada memancar dari zat Tuhan melalui akal-akal yang berjumlah sepuluh.[4] Alam materi dikontrol oleh akal yang sepuluh itu. Ia juga membahas soal jiwa dan akal manusia. Akal menurutnya mempunyai tiga tingkat yaitu : Al-Hayulani (materi) Bi Al-Fiil (aktuil) dan Al-Mustafad (adeptus, aquired). Akal pada tingkat terakhir ini lah yang dapat menerima pancaran yang dikirimkan Tuhan melalui akal-akal tersebut.[5]
Al-Farabi berpendapat bahwa segala sesuatu keluar dari Tuhan. Karena Tuhan mengetahui zat-Nya dan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya, jadi ilmunya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya. Bagi Tuhan cukup dengan mengetahui zat-Nya yang menjadi sebab adanya alam maka akan tercipta alam. dengan demikian, maka keluarnya alam (Mahkluk )dari Tuhan terjadi tanpa gerak atau alat, karena emanasi adalah pekerjaan akal semata-mata. Akan tetapi wujud alam tidak memberi kesempurnaan bagi Tuhan, karena wujud-Nya bukanlah karena lainnya. Dan emanasi itu timbul karena pengetahuan (‘Ilmu) terhadap zat-Nya yang satu. Dan Tuhan itu Esa sama sekali.
Al-Farabi banyak mengeluarkan pemikirannya dalam  bidang filsafat. Misalnya Filsafatnya mengenai politk kenegaraaan menyatakan bahwa masyarakat terdiri dari dua macam yaitu masyarakat sempurna dan tidak semprna. Masyarakat sempurna adalah masyarakat yang mengandung keseimbangan di antara unsur-unsurnya. Masyarakt ada tiga yaitu: Dunia seluruhnya, sebagian dunia atau suatu territorial dan masayarakat kecil yang terdiri satu kota dan masih banyak lagi lainnya yang menjadi pemikiran Al-Farrabi.
Suatu keistimewaan yang diraih oleh Al-Farrabi adalah usaha yang Ia lakukan dalam mengkompromikan perbedaan faham antara Plato dan Aristoteles. Plato mengatakan bahwa alam nyata yang kita lihat ini adalah tiruan semata dari alam idea, sedangkan Aristoteles mengatakan sebaliknya, bahwa alam idea hanyalah bayangan (pantulan) saja dari alam materi. Kita melihat beberapa benda (materi). Lalu dari pantulan penglihatan itu barulah kita dapat menyimpulksn suatu rumusan pendapat (konsep) tentang benda itu.dan konsepsi itulah menurut Aristoteles yang dinamakan idea. Kalau Plato mengatakan bahwa alam dunia ini adalah baru (hadis) dan tidak abadi, maka sebaliknya Aristoteles mengatakan bahwa alam dunia ini Qadim (azali) sudah ada sejak semula dan abadi selama-lamnya. Untuk kedua hal tersebut Al-Farrabi mengatakan bahwa semua filasfat itu memikirkan kebenaran . dan karena kebenaran itu hanyalah satu macam dan serupa hakikatnya, maka semua filsafat itu pada prisipnya tidak berbeda. Begitu juga antara filsafah dan agama. Filsafat memikirkan kebenaran, sedangkan agama juga memikirkan kebenaran maka tidak ada perbedaan antara filsafat dan agama. Dan kedua pertentangan diatas janganlah dianggap sebagai pertentangan yang mutlak dan prinsipil, tetapi haruslah dianggap sebagai pertentangan yang relative dan hanya soal rincian saja.

Ibnu Rusyd (1126-1198 M)
Nama lengkap beliau adalah Abul Wahib Muhammad  ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibn Rusyd. Ia lahir pada tahun 1126 M di Cordova dari kalanagan keluarga ahli nujum. Nenek dan orang tuanya mempunyai kedudukan Hakin Agung. Dimasa mudanya Ibnu Rusyd belajar teologi Islam, hukum Islam, ilmu kedokteran, matematika, astronomi, sastra dan filsafat. Pada tahun 1169 M ia diangkat menjadi hakim di Seville dan pada tahun 1182 M hakim di Cordova. Ia adalah seorang ahli filosuf dan ahli hukum dan mendapat penghargaan yang tinggi dari Khalifah Al-Muwahhid Abu Ya’qub yusuf dan Khalifah Abu Yususf Ya’qub Al-Mansur. Ibnu Rusyd adalah seorang filosuf yang beraliran filsafat Yunani. Karya-karyanya banyak yang berisi pembelaan terhadap serangan-serangan yang dilkukan oleh  Al-Ghazali terhadap filsafat Yunani seperti Aristoteles. Ia juaga terkenal karena pendapat beliau yang bertentangan dengan para ulama-ulama yang ada pada masa itu.[6] Oleh karena itu, antara Ibnu Rusyd dan ahli-ahli hukum Islam terdapat permusuhan dan atas tuduhan bahwa ia menganut paham-paham filsafat yang bertentangan dengan ajaran Islam ia akhirnya ditangkap dan diberi hukuman tahanan kota di Lucena, yang terletak dekat dengan Cordova. Kemudian dipindahkan ke Maroko dan  meninggal disana pada tahun  1198 M.[7]
Dalam masalah filsafat, ia berpendapat bahwa manusia wajib atau sekurang-kurangnya sunnat untuk melakukan filsafat, dan tugas seorang filosuf adalah berpikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua yang ada ini. Dan Al-Qur’an, menyuruh supaya manusia berpikir tentang wujud dan Alam sekitarnya untuk mengetahui tentang wujud Tuhan. Dengan demikian sebenarnya tuhan menyuruh manusia supaya berfilsafat. Dan apabila pendapat akal bertentangan dengan wahyu, teks wahyu harus diberi interpentasi atau takwil begitu rupa hingga sesuai dengan akal. Dalam masalah pengetahuan Tuhan ia menyetujui pendapat Aristoteles yang mengatakan sesuatu yang diketahui Tuhan itu menjadi sebab untuk adanya pengetahuan Tuhan. Jadi kalau Tuhan mengetahui hal-hal kecil, maka itu berarti bahwa pengetahuan Tuhan itu disebabkan oleh hal-hal yang kurang sempurna dari-Nya. Dan ini adalah tidak wajar. Maka sudah seharusnya bahwa Tuhan tidak mengetahui selain dari zat-Nya sendiri. Dan Tuhan adalah sebuah kehidupan yang abadi, sempurna dari segala jurusan dan sudah puas dengan kesempurnaan zat-Nya sendiri.[8]
Dalam masalah keazalian alam Ibnu Rusyd mengatakan bahwa alam adalah azali. Jadi ada dua keazalian yaitu Tuhan dan alam. Namun keazalian Tuhan lain dengan keazalian alam. Keazalian Tuhan lebih utama dari keazalian alam. Ia berargumen seandainya alam tidak azali, ada permulaannya , maka hadislah alam ini (baru). Dan setiap yang baru mesti ada yang menjadikannya. Dan yang menjadikan ini  haruslah ada yang menjadikannya pula. Demikian berturu-turut tak ada habisnya. Padahal kejadian berantai dan tak ada habisnya ini tak dapat diterima oleh akal, jadi mustahillah bila alam ini hadis. Dan masih banyak masalah yang dibahas oleh Ibnu Rusyd, seorang filsafat Islam yang menggema namanya di dunia Eropa dan barat.

Penutup
Ibnu Rusyd adalah penutup dari kecemerlangan filsafat di dunia Islam yang diawali oleh Al-Kindi dan mengalami kemajuan dalam bidang keilmuan. Baik filsafat dan lain sebagainya. Namun setelah masa Ibnu Rusyd mulailah timbul masa kesuraman dalam dunia Islam.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan kami mohon kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk memperbaiki pada pembuatan makalah kami yang selanjutnya.



Daftar Pustaka
·         Atjeh Abubakar, Sejarah Filsafat Islam, Semarang, 1970
·         Umar Farukh, Tarikh Al-Fikr Al-Arabi, Beirut, A962. Halaman 225
·         Filsafat Umum, Pustaka Setia, Bandung, 1997.
·         Mustofa A.H.Drs, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997.
·         Ahmad Tafsir,Dr., Filsafat Umum, Rosdakarya, Bandung, 1990.
·         Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, Jakarta , 1950.
·         Bakri Hasbullah,H., Sistematika Filsafat, Solo, 1961.
·         Soemardi Soejabrata, Pengantar Filsafat, Yogyakarta, 1970.


[1] Atjeh Abubakar, Sejarah Filsafat Islam, Semarang, 1970
[2] Umar Farukh, Tarikh Al-Fikr Al-Arabi, Beirut, a962. halaman 225
[3] Mustofa A.H.Drs, Filsafat Islam, 1997.Pustaka Setia.
[4] Akal yang sepuluh terdiri atas intelegensi pertama dan sembilan intelegensi planet dan lingkungan yang semuanya berputar menelilingi intelegnsi yang pertama. Taip lingkungan mempunyai intelegensi dan ruh yang merupakan asal gerak yang diatur oleh intelegensi kesepuluh. Akal pertam adalah bumi. Akal kedua adalah langit pertama. Akal ketiga adalah langit kedua. Akal keempat adalah planet saturnus. Akal kelima adalah panet yupiter. Akal keenam adalah planet mars. Akal ketujuh adalah matahari. Akal kedelapan adalah plnet venus . akal kesembilan adalah planet merkurius. Akal kesepuluh adalah bulan.
[5] Filsafat Umum,1997, pustaka setia.
[6] Mustofa A.H.Drs, Filsafat islam, 1997, pustaka setia, Bandung
[7]  Ibid hal 183
[8] Ibid hal  185

No comments:

Post a Comment