Kehidupan dialam semesta, dalam kesatuan social maupun
sebagai individu tidak dapat berlangsung, kalau tidak dipelihara dan dirangsang
dengan ritus-ritus yagn menjamin kesesuaian dengan kekuatan-kekuatan kosmis
atau ilahi, begitulah pemikiran manusia-manusia religius. Ritus-ritus inisiasi
dipraktikkan di mana-mana. Mereka menyucikan situasi-situasi kritis dan
marginal dalam hidup individu dan kolektif. Persiapan-persiapan sebelum
kelahiran, upacara-upacara sekitar kelahiran, inisiasi pemberian nama waktu
pubertas, perkawinan, sakit dan upacara-upacara pemakaman diselengarakan diseluruh
dunia untuk mencegah bahaya-bahaya yagn tersembunyi dalam perpindahan dari satu
tahap kehidupan ketahap yang lain dan untuk menjamin kontak yang sangat
diperlukan dengan sumber kehidupan. Tidak hanya kejadia-kejadian sangat penting
dalam hidup, tetapi juga kegiatan-kegiatan kerja yang rutin serta permainan
memperoleh kemanjuran dan kekuatan dari ritus-ritus yang mengirinya sebagai
contoh pembuatan perkaks, pembangunan rumah, pembuatan perahu, pengolahan
tanah, berburu dan memancing, mengadakan perang, semua ini memerlukan
inkarnasi, pengilahian dan dedikasi.
Dari semua ritus ini, upacara kurban mempunyai tempat
utama karena dengannya manusia religius mengadakan persembahan diri kepada
Tuhan lewat suatu pemberian; dan hubungan serta komunikasi yang erat antara dia
dengan Tuhan ditetapkan lewat keikut sertaan dan ambil bagian dalam persembahan
yang disucikan. Oleh karena itu, tidak perlu diragukan bahwa upacara kurban
tampak sebagai suatu ritus religius yang penting dan pada banyak suku bangsa
kurban darah merupakan tindakan religius inti. Kita akan mencoba menganlisis
fenomena ini terutama yang tampak dalam kurban da,am agama Islam.
Asal Mula Kurban Dalam Islam
Upacara kurban dalam Islam berasal dari nabi Ibrahim
yagn banyak disebut sebagai bapak dari para nabi dalam Islam. Pada awalnya
Ibrahim tidak dikarunia anak oleh Tuhan, dan saking inginnya ia terhadap anak
ia selalu berdo’a baik siang dan malam terhadap Tuhan, dan ia berjanji akan
menyerahkan anaknya kepada Tuhan. lalu pada suatu waktu istri beliau yang kedua
yang bernama Siti Hajar tak lama kemudian mengandung dan melahirkan seorang
putra yang bernama Isma’il dan ini adalah anak pertama dari nabi Ibrahim.
Ketika usia Isma’il kira-kira mencapai Tujuh tahun pada
suatu malam Ibarahim bermimpi bertemu dengan Tuhan dan Tuhan memerintahkan
kepada Ibarahim untuk menyembelih anaknya yang bernama Isma’il untuk memenuhi
janji beliau yang akan menyerahkan anaknya kepada Tuhan. Setelah mimpi itu datang
kepada Ibrahim selama kurang lebih tiga malam berturut-turut Ibrahim pun
mendiskusikannya dengan anaknya Isma’il tentang mimpinya tersebut. Dan Isma’il
pun menjawab “wahai ayahku , jika itu adalah perintah tuhan maka laksakanlah
tanpa ada keraguan”. Lalu ibrahim melaksanakan hal tersebut pada hari yang
telah ditentukan tapi ketika Ibarahim akan menyembelih anaknya datanglah
malaikat jibril kepada Ibrahim dan mengganti Isma’il dengan seekor kambing yang
gemuk. Dan memerintahkan kepada Ibrahim untuk melaksanakan kurban tiap tahun
sebagai rasa syukur beliau terhadap Tuhan YangMaha Esa. Inilah awal mula kurban dalam Islam yang sampai saat ini
dilaksanakan oleh seluruh ummat Islam sebagai hari raya ‘idul Adha atau hari
raya kurban yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah setiap tahun.
Arti Upacara Kurban
Upacara kurban dapat diartikan sebagai sebuah hubungan
yang bagus dalam bentuk komuniksi nonverbal antara Tuhan dan manusia. Karena
mencakup pertukaran barang dan jasa pada taraf yang religius. Upacara kurban
secara ritual benar-benar suatu bentuk pertukaran antara manusia dan makhluk
adikodrati: manusia pengurban memberikan barang-barangnya dan penerima ilahi
bereaksi. Dalam hubungan religius pertukaran barang-barang tidak menunjukkan
hubungan timbale balik yang sejajar secara langsung. Seseorang dapat
mempersembahkan barang-barang untuk menyatkan Syukur, menyembah dan memberi
penghormatan, memberi silih atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan, merayakan
kejadian-kejadian khusus dan memelihara hubungan-ubungan yang baik. Upacara
kurban sebagai suatu komunikasi non verbal antara manusia dan makhluk
adikodrati, meliputi persembahan, persekutuan dan silih.
Pertama kurban sebagai suatu persembahan hadiah. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, Tuhan diberi suatu hadiah sebagai ucapan
Syukur maupun balas jasa atas sesuatu hal. Persembahan ini berupa buah-buahan
pertama, hasil ternak yang pertama atau hasil perburuan, sebelum seseorang
mengambil keuntungan bagi dirinya. Dalam antropologi socialpersembahan secara tidak langsung
mengimplikasikan suatu pertukaran barang dan jasa yang, meskipun dianggap
muncul dari kehendak mereka, merupakan kewajiban dari tingkah laku social.
Persembahan-persembahan dilakukan dengan pengharapan yang jelas bahwa ganjaran
balasan akan diberikan lewat suatu cara. Secara tidak langsung sebagai suatu
pembayaran atas sesuatu yang lebih baik.
Yang kedua kuraban dianggap sebagai persekutuan antara
Makhluk adikodrati dan manusia. Robrtson Smith berpendapta bahwa dalam
bentuknya yang paling khas, upacara kurban diantara bangsa semit, dan mungkin
kelompok-kelompok yang lain, berupa perjamuan makan dimana para pengurban dan
Makhluk adikodrati berbagi makanan yang sama, dengan mana mereka distukan dan
sang kurban dalam arti tertentu identik dengan tuhan sendiri. Sementara
mengakui bahwa persekutuan adalah unsure hakiki dalam upcara kuraban kita
berpikir bahwa arti salin berbagi bersama, memberi dan menerima sudah tertanam
dalam persekutuan itu sendiri. Dengan kata lain, pengurban makan apa yang
dipersembahkan, apa yang diberikan sebagi hadiah. Ini adalah hadiah yang berupa
barang yang dimakan dan bukan sesuatu yang lain. Demikianlah upacara kurban
membentuk unsure hakiki dari upacara kuraban itu sendiri.
Yang ketiga upacara kurban sebagai silih, H. Hubert dan
M. Mauss memberikan definisi upacara kurban sebagai berikut: “upacara kurban
adalah suatu tindakan religius yang, melalui penyucian kurban, mengubah keadaan
moral orang-orang yang melaksanakannya ataupun keadaan benda-benda
tertentuyang ia maksudkan.” Menurut
mereka setiap upacara kurban selalu mengimplikasikan secara tidak langsung
suatu penyucian, karena dengan itulah suatu benda berubah dari status profane
ke status holy; tindakan dan hadiah berpindah dari wilayah umum menuju wilayah
religius. Penyucian kurban berbeda dari penyucian-penyucian lainnya. sebagai
contoh, ketika seorang raja disucikan, hanya kepribadian religiusnya sajalah
yang diubah, hal lainnya tidak diubah. Tetapi penyucian juga mengenai
moralorang yang melakukan upacara.
Peneyelenggara korba (orange yang menyediakan korban) melakukan persinggahan
pada yang kudus, pada yang religius, yaitu: secara religius diubah. Pengurban
bisa seorang pribadi maupun suatu kelurga, klan, suku atau bangsa. Barang yang
disucikan menjadi pengantaraan bagi pengurban dan Makhluk adikodrati kepada
siapa upacara kurban itu dilakukan. Kurban menghasilakan akibat terjadinya
komunikasi antara yagn kudus dengan yang profane, sementara itu imam berlaku
sebagai pelaksna kurban maupun wakil Tuhan.
Penutup
Upacara kurban dalam islam adalah suatu tanda syukur
dari hamba terhada Tuhan atas risky yang telah diterima oleh seorang hamba. Dan
sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpahan kasih dan rahmatnya.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan
kami mohon kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk
memperbaiki pada pembuatan makalah kami yang selanjutnya.
Saudi Arabia adalah sebuah Negara yang terkenal dengan kota islam
yang merupakan tempat kelahiran nabi besar Muhammad SAW, dan tempat pertama
kali Islam muncul serta daerah inilah yang pertama kali menjadi basiskekuatan Islam dengan Negara islam yang
berhasil menguasai seluruh timur tengah dan sampai ke afrika dan seluruh
spanyol.
Saudi Arabia juga terkenal sebagai tempat yang sangat sacral bagi ummat islam
dengan adanya kota
Mekkah, dimana dikota tersebut terdapat kiblat bagi ummat Islam yaitu Ka’bah.
Negara ini juga merupakan tempat utama bagi ummat islam dalam bulan Dzulqa’idah yang ingin melaksanakan haji
atau rukun Islam yang ke-5 agar sempurna Islam seseorang.
Saudi Arabia juga terkenal dengan sebutan daerah yang beraliran Wahhabiah dengan
imam mereka yaitu: Muhammad bin Abdul Wahhab. Dan pada kesempatan kali kita
akan membahas apa saja yang berhubungan dengan Saudi Arabia dengan segala hal yang
telah terjadi dalm pembaruan Islam di negara ini.
Muhammd bin Abdul Wahhab (1703-1787 M )
Pembaharuanyang terjadi di Saudi Arabia
yang dipelopori oleh Muhammd bin Abdul Wahhab. Beliau berasal dari Nejd sebuah kota di Arabia. Setelah
menyelesaikannya pelajarannya di Mediah dia pergi merantau ke Basrah dan
tinggal dikota ini selama empat tahun. Selanjutnya ia pindah ke Baghdad dan disini ia
memasuki hidup perkawinan dengan seorang wanita kaya. Lima
tahun kemudian, setelah istrinya meniggal dunia, ia pindah ke Kurdistan,
selanjutnya ke Hmadan dan ke Isfahan.
Dikota yang tersebut akhir ini ia sempat mempelajari falsafat dan tasawwuf.
Setelah merantau bertahun-tahun ia akhirnya kembali ketempat ke;lahirannya
yaitu Nejd.[1]
Pemikiran ibnu Abdul Wahhab
Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk
memperbaiki kedudukan ummat islam timbul bukan sebagai reaksi terhadap suasana
politik seperti yang terdapat di kerajaan Turki Ustmani dan kerajaan Mughal,
tetapi sebagai reaksi terhadap faham tauhid yang terdapat dikalangan ummat
islam diwaktu iut. Kemurnian faham tauhid mereka telah dirusak oleh
ajaran-ajaran tarekat yang semenjak abad ketiga belas memang tersebar luas
didunia Islam.
Di tiap Negara Islam yang dikunjunginya Muhammad bin Abdul Wahhab
melihat kubura-kuburan syekh tarekat bertebaran. Tiap kota, bahkan kampung-kampung, mempunyai kuburan
syekh atau wali masing-masing. Ke kuburan-kuburan itu ummat Islam pergi naik
haji dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dikuburkan di dalamnya,
untuk menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari. Ada yang meminta supaya diberi anak, minta
supaya disembuhkan dari penyakit yang dideritanya dan ada pula yang meminta
supaya diberi kekayaan. Demikianlah bermacam-macam permohonan yang diajukan
kepada syekh atau wali yang di istirahatkan dalam kuburan-kuburan itu. Syekh
atau wali yang telah meniggal dunia itu dipandang sebagai orang yang berkuasa
menyelesaikan segala persoaalan yang dihadapi manusia.
Karena pengaruh tarekat ini, permohonan dan do,a tidak lagi langsung
dipanjatkan kepada Tuhan, tetapi melalui syafa’at syekh atau wali tarekat, yang
dipandang sebagai orang yang dapat mendekati Tuhan dan dapat memperoleh
rahmat-Nya. Menurut keyakinan orang-orang yang berziarah kekuburan syekh dan
wali tarekat tersebut diata, Tuahan tidak dapat didekati kecuali melalui
perantara. Bagi mereka, sebagai kata Ahmad Amin, “ Tuahan menyerupai raja dunia
zalim yang untuk menperoleh belas kasihnya harus didekati melalui orang-orang
besar dan berkuasa yang ada disekitarnya”[2].
Tetapi sebagai dilihat oleh Muhammad bin abdul Wahhab kemurnian
tauhid bukan hanya dirusak oleh pemujaan kepada syekh atau wali, faham animisme
masih mempengaruhi keyakinan ummat Islam. Disatu tempat ia melihatorang berziarah kesebatang pohon korma,
karena pohon itu diyakini mempunyai kekuatan ghaib. Di tempat lain ia melihat
sebuah batu besar yang dipuja oleh kaum muslimin, dan mereka berziarah
ketempat-tempat tersebut unutk meminta pertolongan dalam mengatasi
persoalan-persoalan hidup mereka. Tuhan yang merupakan tempat mereka mengadu
dan juga mengharap segala sesuatu telah dilupakan.
Ketika khurafat dan
kebodohan telah menyebar luas dalam Negara-negara Islam. Yaitu masa-masa
keterkaitan ummat islam dengan prinsip-prinsip(pokok pokok) pegangan mereka
baik secara ilmiah maupun keyakinan telah lemah dan loyo, menurut Muhammad
Abdul Wahhab akan mengakibatkan:
±Kebodohan
yang keji; penyebabnya adalah minimnya ilmu
pengetahuan disamping ituilmu pengetahuan itu sendiri telah dikotori oleh
berbagai kesalah pahaman.
±Penyimpangan
Aqidah; penyebabnya dominasi khurafat dan
tahayul-tahayul yang begitu hebat di tambah bid’ah-bid’ah yang telah tersebar
luas dimana-mana.
±Kegoncangan
dalam perbuatan; penyebanya dalah karena hilangnya manhaj (system) praktis.
±Tenggelamnya
dalam perselisihan; penyebabnya adalah lemahnya
iman dan semakin retaknya tali persaudaraan ditambah betapa rendahnya
pengetahuan mengenai kepentingan umat.
±Terkagum-kagum
dengan bangsa barat; penyebabnya tidak ada rasa
percaya diri terhadap diri sendiri.
±Menjadi
makanan empuk buat keinginan bangsa asing;
penyebabnya karena semua yang tersebut di atas.[3]
Keyakinan ini menurut faham Muhammd bin Abdul Wahhab telah msuk dari
perbuata syirik atau politeisme. Dan syirik adalah dosa terbesar dalam islam,
dosa yang tak dapat di ampuni Tuhan.
Soal tauhid memang merupakan ajaran yang paling dasar salam Islam.
Dan oleh karena itu tidak mengheranan kalau Muhammad bin Wahhab memusatkan
perhatian pada soal ini. Ia berpendaoat:
Yang boleh dan harus disembah
hanyalah Tuhan, dan orang yang menyembah selain Tuhan telah menjadi
musyrik dan boleh dibunuh.
Kebanyakan orang Islam bukan lagi
penganut faham tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan
bukan lagi dari Tuhan, tetapi dari syekh atau wali dan dari kekuatan
ghaib. Orang islam demikian juga telah menjadi musyrik.
Menyebut nama Nabi, syekh atau malaikat
sebagai perantara dalam do’a juga merupakan syirik.
Meminta syafa’atselain dari Tuhan juga syirik.
Bernazar kepada selain dari Tuhan
juga syirik.
Memperoleh pengetahuna selain dari
Al-Qur’an, hadist dan qias(analogi) merupakan kekufuran.
Tidak percaya kepada qadha dan
qadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
Demikian pula menafsirkan
Al-Qur’an dengan Ta’wil ( interpretasi bebas) adalah kufur.[4]
Semua yang diatas ia anggap bid’ah dan bid’ah adalah kesesatan.
Unutk melepaskan ummat islam dari kesesatan ini ia berpendapat bahwa ummat
islam harus kembali kepada Islam asli. Yang dimaksud dengan Islam asli adalah
Islam sebagai yang dianut dan dipraktekkan pada zaman Nabi, sahabat serta
tabi’in, yaitu sampai abad ketiga haijriah.
Kepercayaan dan praktek-praktek lain yang timbul sesudah masa itu
bukanlah ajaran asli dari ajaran Islam dan harus ditinggalkan. Dengan demikian
taklid dan patuh kepada pendapat ulam sesudah abad ketiga tidak dibenarkan.
Pendapat dan penafsiran ulama tidaklah merupaka sumber dari ajaran-ajaran
Islam. Sumber yang diakuinya hanyalah Al-Qur’an dan hadist. Dan untuk memahami
ajaran-ajaran yang terkandung dalam kedua sumber tersebut dipakai ijtihad.
Baginya pintu ijtihad tidak tertutup dan tetap terbuka sampai kapanpun.
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam menyampaikan dakwahnya sealu
terang-terangan dan tampa
sembunyi-sembunyi atau melalui surat-surat yang beliau kirmkan kepada
orang-orang yang berpengaruh pada masa itu, mengadakan hubungan secara
pribadi,mengadakan studi tour dan kajian-kajian. Beliau bukanlah hanya seorang
teoris, tetapi juga pemimpin yang dengan aktif berusaha mewujudkan
pemikirannya.[5]
Dalam menjalankan dakwahnya ia mendapat sokongan dari Muhammad Ibnu Su’ud dan
sesudah Ibn Su’ud meninggal ia juga mendapat sokongan putrnya yaitu Abdul Aziz
di Nejd. Faham-faham beliau mulaitesiar dan golongannyabertambah kuat, sehingga
di tahun 1773 M mereka dapat menduduki Riad. Di tahun 1787 Muhammad Abdul
Wahhab meninggal dunia tapi ajarannya tetap hidup dengan mengambil bentuk
aliran yang dikenal dengan nama Wahhabiah[6].
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid, kuburan-kuburan yang banyak
dikunjungidengan tujuan mencari syaf’at
atau lain sebagainya yang membawa kejalan faham syirik mereka usahakan
menghapuskannya. Di tahun 1802 mereka serang karbala, karena dikota initerdapat kuburan
Al-Husain, yangmerupakan kiblat bagi golongan Syi’ah. Beberapa tahun kemudian
mereka menerang Medinah. Kubah-kubah yang ada diatas kuburan-kuburan mereka
hancurkan. Hiasan-hiasan yang ada dikuburan nabi mereka rusak. Dari Medinah
mereka teruskan penyerangan ke Mekkah. Kiswah sutra yang menutup Ka’bah juga
dirusak-rusak. Mereka menganggap semua itu adalah bid’ah.
Kemajuan-kemajuan yang mereka peroleh mencemaskan bagi kerajaan
Ustmani di Istambul. Sultan Mahmud II memberi perintah kepada Khedewi Muhammad
Alidi Mesir supaya mematahkan gerakan
Wahhabiah. Ekspedisi yang dikirim dari Mesir dapat membebaskan Medinah dan
Mekkah di tahun 1813 M. kedua kota ini jatuh kebawah kekuasaan Wahhabiah di
tahun 1804 dan 1806 M. tetapi di permulaan abad dua puluh gerakan Wahhabiah
bangkit kembali dan raja Abdul Aziz dapat mendudukiMekkah di tahun 1924 M dan setahun kemudian
juga Medinah dan Jeddah. Mulai dari waktu itu dan mazhab dan kekuatan politik
Wahhabiah mempunyai kedudukan yang kuat ditanah suci ini.
Raja Abdul Aziz menggunakan kekuasaannya dalam meneguhkan tauhid dan
aqidah yang dapat menyelamatkan manusia di negrinya, maka beliau dalam
menyebarkan aqidah itu diluar negrinya dengan mempergunkan dua media:
Mengirim para juru dakwah.
Menyebarkan buku-buku tauhid yang
murni dan aqidah Ahlussunnah[7]
Pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab yang mempunyai
pengaruh perkembangan pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas adalah
sebagai berikut:
Hanya Al-Qur’an dan haditslah yang
merupakan sumber asli ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan
sumber hukum maupun pegangan.
Taklid kepada ulama tidak
dibenarkan.
Pintu ijtihad terbuka dan tidak
tertutup.
Penutup
Pembaruan yang terjadi di Saudi Arabia adalah semata-mata
refleksi ketidak puasan Mhammad Abdul Wahhab yang melihat sudah banyak terjadi
penurunan dalam dunia islam karena disebabkan oleh Khurafat, bid’ah, dan
tahayul.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-besarnya
apabila terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun terhadap makalah ini untuk memperbaiki pada pembuatan
makalah kami yang selanjutnya.
Daftar pustaka
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, IAIn Ciputat,
hal.26
Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin. Kajian Komprehensif Aqidah Ahlusunnah Wal
Jama’a,. Titian Ilahi Pres, Yogykarta
[1] Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam, IAIn Ciputat, hal.23
Berbicara tentang agama Islam, kita tak kan pernah lupa dengan orang yang pertama
membawa agama ini kedalam dunia ini. Orang yang menjadi contoh utama dalam
segala hal dalam kehidupan, baik hubungan antara manusaia atau dengan Tuhan itu
sendiri. Dia adalah Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah seorang di antara manusia
teragung yang dikenal oleh sejarah peradaban manusia. Kita sebagai penganut agama
Islam dituntut untuk menghayati ajaran beliau, Sebagaimana di Firmankan Allah
SWT dalam Al-qur’an
Artinya: sungguh telah ada dalam diri Rasulullah suri tauladan yang baik
(uswatun hasanah)
Kita bukan hanya dituntut bukan hanya menghayati ajaran beliau
tetapi memantapkan cinta dan penghargaan kita atas jasa-jasa serta pengorbanan
beliau Karena kalau kita tidak mampu mengakui dan memberi penghoramatan kepada
para tokoh, maka kepada siapa lagi penghormatan itu kita berikan? Kalau kita
enggan memberi hak-hak manusia agung, maka, mungkinkah kita bersedia memberi
hak orang-orang kecil? Justru karena jasa dan pengorbanan Nabi Muhammad Saw,
serta atas dasar pemberian hak penghormatan itulah sehingga Allah SWT, dan para
malaikat mencurahkan rahmat dan memohonkan maghfiroh untuk beliau serta
menganjurkan ukmat Islam untuk menyampaikan shalawat dan salam sejahtera kepada
Nabi Muhammad Saw. Dan segenap keluarga beliau.
Kedudukan utama Nabi Muhammad Saw, tercermin antara lain dalam
Firman Allah yang artinya:
Dan kami telah tinggikan namamu
Dalam arti pengakuan kenabian Nabi Muhammad Saw. Nama beliau juga
disandingkan dengan nama Tuhan dengan pengakuan akan ke-Esaan Allah SWT dalam
dua kalimat Syahadat:
Artinya: aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Alla.
Hal ini juga berarti kepatuhan kepada beliau identik dengan
kepatuhan kepada Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT:
Artinya: siapa taat kepada Rasul, maka dia telah taat kepada Allah. Barang siapa
yang berpaling dari ketaatan itu, maka kami tidak mengutusmu menjadi pemelihara
mereka (QS An-Nisa : 80)
Seorang muslim yang baik bukan hanya patuh kepada Rasulullah tetapi
juga kagum kepada beliau dengan kekaguman berganda: sekali ketika memandang
beliau dengan hati menggunakan kaca mata iman dan menemukannya sebagai Nabi dan
Rasul, dan kali lain ketika memandang beliau dengan nalar dan aneka tolok ukur
objektif, yang menemukan pada diri beliau, budi luhur serta karya-karya agung.
Kedua hal itulah yang mengukir dan membentuk citra nabi Muhammad
Saw. Dalam pikiran dan hati seorang muslim. Oleh karena itu sebagaimana ditulis
oleh seorang sarjana jerman Annemarie Schimmel dalam bukunya And Muhammd is his messenger“dalam keadaan darurat, seorang Muslim
mungkin menyangkal keyakinannya kepada Allah, tetapi sekali-kali ia tidak akan
bersedia mengutarakan kata-kata rendah apalagi penghinaan terhadap Nabinya,
walau diancam dengan kematian sekalipun”[1]
Keluhuran Nabi Muhammd Saw, bukan hanya dinyatakan Allah, dan hanya
diyakini umat Islam, berdasar Firman-Nya:
Artinya: sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS
Al-Qalam :4)
Tetapi juga diakui oleh kawan dan lawan. betapa tidak, cetusan
paling buruk dalam percakapannya adalah: “semoga dahinya berlumuran Lumpur”,
ketika diminta untuk mengutuk, beliau menjawab: “Aku bukan diutus sebagai
pengutuk, tetapi Aku diutus sebagai pengajak kepada kebaikan dan penyebar
rahmat.”[2]
Beliau menjenguk orang-orang sakit, mengikuti iring-iringan jenazah,
dan mematuhi undangan walau dari seorang budak. Saat berjabat tangan beliau
tidak menarik tangannya sebelum tangan mitranya ditarik. Beliau tidak melewati
kelompok tanpa senyuman yang menghiasi wajahnya, disertai ucapan lembut lagi
bijak. Sopan-santun beliau kepada orang-orang besar, keramahan pada orang cilik
dan sikapnya yang terpuji terhadap orang-orang yang sombong, menyebabkan beliau
dihormati dan dijunjung tinggi. dalam kesibukannya memimpin, beliau menerima
dengan lapang dada, dan tangan terbuka siapa pun yang datang walau seorang
badui yang tak mengenal basa-basi.
Komitmen beliau terhadap waktu amat tinggi, tidak saja dalam
menyelesaikan tugas atau memenuhi sebuah janji, tapi juga dalam mengisi waktu
itu sendiri. Tidak heran, karena memang ajaran Ilahi yang diterimanya berpesan:
Artinya: Apabila engkau telah menyelesaikan satu pekerjaan, maka kerjakanlah
yang lain hingga engkau letih, danhendaklah kepada Tuhanmu engkau mengharap. (QS An-Nashrah: 7-8)
Kebersihan yang diperagakan dalam diri, rumah dan lingkungannya amat
menonjol, karena beliau yakin bahwa kebersihan adalah manifestasi iman, dank
arena menurut beliau: menyingkirkan
kotoran atau gangguan dari jalan adalah bagian terendah dari keimanan.
Kita tidak mampu mengurai segala keagungan dan kepribadian Nabi Muhammad
Saw., yang menjadi teladan bagi aneka tipe manusia. Baik tipe seniman, ilmuwan,
pekerja dan tipe manusia yang memiliki kecenderungan kuat beribadah kepada
Tuhan Yang Mahakuasa. Kita juga tidak mampu merinci keteladanan beliau sebagai
ayah, suami, teman, negarawan, panglima perang, dan lain sebagainya. Batas
pengetahuan tentang beliau adalah sesungguhnya beliau sebaik-baik mahkluk Tuhan
seluruhnya.[3]
Menyadari kedudukan beliau sebagai panutan dan teladan, menuntut
kita tidak terpaku dalam formalitas lahiriah dan melupakan esensi ajarannya.
Kita sadari bahwa ajarannya berorientasi kepada usaha persatuan dan
kemanusiaan, sebagaiman Firman Allah:
Artinya: wahai seluruh ummat
manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu berasal dari seorang lelaki
dan seorang perempuan, dan kami adikan engkau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling kenal mengenal (Bantu membantu). Sesungguhnya yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha
mengtahui lagi maha mengenal (QA Al-Hujurat : 13)
Namun ajaran yang diajarkan tidak
melebur perbedaan, tapi tetap menghormati perbedaan. Karena setiap kelompok
telah memilih jalan dan tatanan hidup mereka, sehingga mereka harus berpacu
mencapai prestasi kebajikan. Sebagaimana firmannya:
Artinya:
untuk tiap-tiap
umat diantara kamu , kami berikan aturan dan jalan terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. (QS
Al-Ma’idah: 48)
Disamping itu kaum muslim
ditugasi mengusahakan perbaikan antara manusia, dan menjadi penengah yang adil
untuk menjadi saksi dan patron-patron hidup ditengah-tengah umat manusia. Kita
juga di tuntut berlaku adil terhadap terfadap siapapun sebagaimana firman Allah
AWT:
Artinya:
janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikanmu tidak berlaku adil. (QS Al-Maidah)
Masalah pluralisme agama, dalam
bukunya yang berjudul “Agama Masa Depan:
Filsafat Prenial”, salah seorang cendekiawan muslim indonesia Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menyatakan “bahwa
substansi suatu agama adalah tidak terbatas dan satu, mereka sama menyembah
sesuatu yang berada di luar akal dan kekuatan manusia”. Dari sini dapat kita
ambil kesipulan bahwasannya semua agama di dunia mempunyai seubstansi yang
sama. Mereka sama-sama menyembah suatu kekuatan yang berada diluar batas nalar
manusia. Suatu kekuatan yang menjadikan manusia begitu kecil dan tak berharga
dibanding kekuatan tersebut. Dengan kata lain semua agama di dunia adalah benar
dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mendekati yang satu. Bahkan beliau
menambahkan: ”seandainya agama Islam adalah agama yang paling benar, kenapa
Tuhan tidak menggunakan kekuasaannya untuk menjadikan/memberikan Hidayah kepada
semua umat agama yang lain agar menyakini ajaran Islam dan Beriman kepadanya”[4] itulah sebabnya beliau
berpendapat semua agama adalah benar dan baik bagi siapapun yang menganutnya,
Tanpa harus merendahkan agama yang lain. Dalam menghadapi masyarakat global
beliau menyatakan bahwasannya semua manusia akan mengalami yang namanya
Kematian dan setiap orang akan dimintai pertanggung jawaban dari apa-apa yang
telah dia kerjakan selama hidupnya.[5] Dalam keadaaan masyarakat
yang penuh dengan kemajemukan ini beliau hanya memberikan peringatan
bahwasannya kita tidak akan selamanya ada dalam dunia ini. Jadi jangan anda
forsir apa yang anda miliki hanya untuk menjadi judge terhadap yang lain
dan beranggapan anda tidak ada yang benar. Apa yang anda yakini adalah benar
tanpa harus menyalahkan keyakinan orang lain. Sebagaimana firman Allah SWT
tentang keyakinan suatu agama dalam surat
Al-Kafirun: 6
Artinya: untukmulah
agamamu. Dan untukkulah agamaku
Kalau kita perhatikan dalam
Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menekankan kepada kita bahwasannya tidak
ada Pluralisme dengan umat yang lain, tapi disatu pihak kita diperintahkan
untuk bertoleransi terhadap umat yang lain seperti ayat-ayat yang telah tertera
diatas. Perlu digaris bawahi bahwasannya Islam adalah agama yang paling
menjunjung masalah toleransi terhadap agama yang lain, terutama dalam masalah
ahklak (tingkah laku) orang Islam terhadap siapapun, baik itu terhadap saudara,
tetangga, teman dan lain sebagainya. Bahkan terhadap umat yang lain. Oleh
karena itu, wajar ketika suatu hari Nabi Muhammad pernah Bersabda: “aku
diutus untuk menyempurnakan kesempurnaan Akhlak” . pernah pada suatu ketika
Nabi dan para sahabat sedang duduk-duduk bersama, dilewati oleh rombongan orang
yang meninggal, lalu salah seorang sahabat mengatakan kepada Nabi “ya
Rasulullah dia (yang meninggal) adalah orang Yahudi” Nabi hanya menjawab:
“bukankah ia manusia”. Disini dapat kita simpulkan bahwasannya Nabi sangat
menghormati agama yang lain entah apapun agama mereka.karena walau bagaimanapun meraka adalah
sama-sama manusia yang diciptakan Tuhan dan mempunyai keyakinan tersendiri
tentang Tuhan meraka. Dan terhadap ayat-ayat yang agak ektrimis itu hanya
berlaku dalam masalah yang berkaitan dengan Akidah seorang musliam, dalam
masalah akidah tidak ada kerjasama dan tidak ada persamaan sebagai mana telah
dijelaskan dalam Al-Qura’an dalam surat
Al-kafirun ayat 1-6. yang menolak kerjasama terhadap kafir quraisy yang ingin
bekerja sama dalam menyembah Tuhan dan berhala-berhala mereka.
Yang menjadi halangan dalam umat
Islam dalam menjalin hubungan terhadap Umatyang lain. Adalah kesombongan umat Islam yang terlalu memandang tinggi
agama Islam dan memandang rendah agama yang lain tanpa pernah tahu apa itu agama
yang mereka yakini. Seperti contoh kecil,pada awalnya tidak ada pembatasan antara agama-agama di dunia ini tapi
karena kesombongan Islam kita memberikan batasan terhadap hal itu dengan cara
membagi umat beragama kepada dua yaitu: Islam dan Non-Islam. Kita beranggapan
bahwasannya agama Islam itu sama besarnya dengan semua agama selain Islam
apabila semua agama tersebut disatukan dengan nama kelompok, Non-Islam. padahal
pada kenyataannya kebesaran Islam tidak sebesar agama Kristen saat ini. Ini
adalah factor internal dalam Islam dalam menjalin hubungan dengan agama-agama
yang lain, factor eksternal adalah adanya perang salib yang terjadi antara umat
Islam dan Kristen yang menjadikan Islam sangat sulit menjalin hubungan dengan
agama Kristen, bahkan dengan agama yang lainpun mengalami kesulitan, apalagi di
Indonesia karena pada pada awalnya Negara indeonesia adalah sebuah kumpulan
kerajaan yang pada awalnya adalah daerah-daerah yang dikuasai oleh agama Hindu,
hingga hal ini mungkin mempengaruhi hubungan Islam dengan agama Hindu di
Indonesia.[6] Dan masih banyak lagi hal
yang mempengaruhi hubungan Islam dengan agama-agama yang lain di Indonesia.
Kita harus mengembalikan masalah
Pluralisme Agama kepada ajaran Nabi Muhammad Saw, karena itu, pluralisme
positif dan kemajemukan yang membawa keserasian sosial, merupakan salah satu
hakikat ajaran Nabi Muhammad Saw. Kita harus bersyukur karena mata dunia
tertuju kepada kita dengan penuh penhargaan bahwa ajaran Nabi Muhammad
terpancar dalam kehidupan umat islam diseluruh dunia. Tapi kita fokuskan
pembahasan ini pada kehidupan islam di Indonesia.
Islam Indonesia menurut dunia luar
menunjukkan wajahnya yang menarik dan karakternya yang memikat sebagai rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh
alam, seluruh umat manusia), jauh dari radikalisme dan ekstremitas yang melanda
dunia masa kini. bukan saja umat Islam di belahan timur dunia yang mengagumi
pendekatan keagamaan kita, dunia barat sekalipun yang tidak luput dari
ekstremitas keagamaan menunjuk Indonesia
sebagai model alternative bagi perwujuddan kerukunan antarumat beragama
dipermukaan bumi ini.
Prestasi bangsa dalam
melaksanakan kerukunan, sungguh mendapat simpati dunia luar. Keberhasilan ini
walau terkadang diselingi oleh gesekan-gesekan kecil, tidak dapat dipisahkan
dari peran aktif mayoritas umat Islam yang berusaha meneladani toleransi Rasul
Saw. Fazlur Rahman, cendekiawan muslim terkemuka meramalkan bahwa Islam
yang sejuk dan menarik, dan yang menghidupkan kembali nilai-nilai luhur
toleransi dan modernisasi Nabi Muhammad, menyingsing dari bumi Indonesia.
Demikian pula Dr. Lawrence Sullivan, yang mengepalai pusat pengkajian
agama-agama dunia pada universitas ternama dan tertua di Amerika, Harvard,
secara terbuka menyatakan Indonesia
secara kreatif telah mewujudkan pendekatan baru dalam menciptakan kehidupan
keagamaan yang harmonis, yang tidak dijumpai di Negara-negara Eropa dan
Amerika.[7]
Indonesia tandasnya “is a model of religius tolerance that other countries
could do well to emulate” (Indonesia
merupakan contoh dalam toleransi keagamaan yang patut ditiru oleh dunia). Tidak
heran, karena menurut Prof. Mahmud Ayoub, Profesor universitas templePhiladelphia:
“pengamalan agama
dalam masyarakat Indonesia
dibanding dengan mayarakat lainnya merupakan model yang paling dekat dengan
nilai Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhmmad Saw”.
Jika kita menengok dari dunia
luar, kita akan tahu dan sadar betapa besar nikmat Tuhan yang dilimpahkan
kepada bangsa kita. Nilai luhur bangsa yang seiring dengan ajaran toleransi
Nabi Muhammad Saw, telah berakar dalam jiwa, berkat kearifan dan jasa para
pendahulu, yang dilestarikan oleh pemimpin-pemimpin bangsa dewasa ini. Dalam
konteks teristimewa masa kini bahkan akhir-akhir ini. Coba perhatikan firman
Allah SWT:
Artinya:
janganlah kamu
menjadi seperti seorang oerempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat dan bercerai berai (QS Al-Nahl: 92)
Untuk memelihara hal tersebut ada
dua hal yang harus digaris bawahi :
Pertama, kita harus mampu
mensosialisasikan semangat ajaran serta keteladanan Nabi Muhammad Saw. Toleransi
dan moderasi yang beliau ajarkan harus senantiasa menjadi acuan dan pedoman
dalanm interaksi kita dengan umat agama lain. Kita seyogyanya tidak terpengaruh
oleh pendapat dan pendekatan umat Negara lain yang telah dibebani oleh sejarah
konflik dan permusuhan yag ikut mewarnai budaya mereka. Konflik yang
berkepanjangan, apalagi kontak fisik yang mengorbankan jiwa, tidak pernah
terjadi di negri kita. Oleh karena itu kedamaian dalam sejarah hubungan antar
umat beragama di Indonesia
harus tercermin dalam interaksi kita. tidak saja dituntu untuk bersama-sama
mengoreksi citra dan kesan keliru yang boleh jadi tergambar dalam benak
masing-masing, tapi lebih Dari itu kita harus memberi contoh dalam upaya
menjalin kerja sama kontruktif, jauh dari perdebatan teologis doctrinal yang
selalu berakhir dengan jalan buntu. Sebagaimana firman Ilahi:
Artinya:
katakanlah: “hai
Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah” jika mereka berpaling
maka katakanlah kepada mereka: “saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
muslim yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS Ali Imran: 64)
Diantara sekian banyak contoh
yang ditunjukkan oleh Nabi dalam menjalin hubungan keakraban, adalah kelapangan
dada beliau mengizinkan delegasi Kristen Najran yang berkunjung ke Madinah
untuk berdo’a di kediaman beliau, sebagaimana diungkapkan oleh sejarawan Islam
Ali bin BUrhanuddin Al-Halaby Al-Syafi’i dalam bukkunya Al-Shirah[8]
Sebaliknya pada saat-saat kritis
dalam perjuangan Nabi di Makkah, Raja Abissynia atau Ethiopia, yaitu raja
Najasyi atau Negus, yang beragama Kristen melindungi Umat Islam, sampai-sampai
ketika wakil masyarakat Arab Jahiliyah meminta untuk mengektradisi dan
mengembalikan pengikut Nabi ke Mekkah, Negus menolak seraya berkata: “apakah
engkau meminta aku menyerahkan pengikut Muhammad, seorang yang telah didatangi
malaikat Jibril? Demi Tuhan,
Ia (Muhammad) benar, dan ia akan
mengalahkan musuh-mushnya “. Dalam pada itu, saat Nabi menjadi penguasadi Madinah berpesan: siapa yang mengganggu umat
agama samawi, maka ia telah menggangguku.
Kedua, yang perlu digaris bawahi
adalah kita semua sebagai bangsa, diharapakan mampu untuk memahami
kepekaanmasing-masing menyangkut
kecintaan serta ikatan batin masing-masing dengan para panutannya. Sebagaimana
halnya umat Islam, demikian pula uamt agama lainya. Syogyanya tidak terpengaruh
oleh sejarah konflik yang pernah terjadi di dunia luar. MenurutNorman Daniel: “sekian banyak bentuk
penilaian negatif terhadap pribadi Nabi Muhammad yang telah dilontarkan dunia
barat pada abad pertengahannya, masih terdengar gaungnya dimasa kini”. Nabi
Muhammad Saw., yang telah meluncurkan salah satu gerakan agama yang membuahkan
peradaban yang paling sukses di bumi ini, dicerca, dihina, dengan kata-kata
yangtidak pantas. Sejarah konflik antar umat beragama dunia luar, yang telah
membuahkan kesalahpahaman, rasa curiga dan bahkan permusuhan harus dibuang jauh
dari bumi kita. Kita semua dituntut untuk memperdalam semangat persaudaraan.
Semangat persaudaraan ini pernah dicontohkan oleh Theodore Abu Qurrah, seorang
uskup dari Harran-Mesopotamia, yang lahir pada 740 M. tanpa mengorbankan
keimanannya beliau menempatkan Nabi Muhammad Saw pada posisi para Nabi dan
menyatakan Bahwa Muhammad Saw telah menempuh jalan para Nabi.[9] Wajar jika dalam salah
satu ayat Al-Qur;an ditemukan pujian kepada kelompok tertentu umat Kristen yang
menjalin hubungan baik dengan Kaum Muslim:
Artinya:
sesungguhnya kamu
pasti dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman
ialah orang-orang yang berkata: “sesungguhnya kami ini orang nasrani.” Yang
demikian itu disebabkan karena diantara mereka terdapat pendeta-pendeta dan
rahib-rahib. Juga karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS Al-Maidah: 82)
Namun harus diingat bahwa
betapapun keras usaha setiap kelompok keagamaan dalam menjalin hubungan dengan
kelompok lain, konflik intern yang melanda tubuh suatu umat pasti akan
merupakan kendala yang menggerogoti keutuhan umat itu sendiri, sehingga pada
gilirannya akan menghambat tercapainya suasana dialogis dan kerja sama dengan
umat lain. Komunitas agamadi Indonesia
dengan prestasinya dalam mewujudkan suasana dialogis harmonis selama ini
diharapakan tidak terperangkap oleh konflik-konflik intern yang sering
disebabkan oleh kekurangan pemahaman tentang inti ajara masing-masing Disatu
pihak. atau oleh pengaruh factor eksternal politis yang sedang melanda dunia
Islam.
Jadi segala sesuatu harus kita
kembalikan kepada inti ajaran kita masing-masing dan semua yang ada adalah
kebenaran menurut penganutnya masing-masing. Kembalikan semua hal ke dalam
ajaran agama Islam yang sangat indah dan penuh dengan kasih Tuhan.
Salam sejahtera semoga damai selalu menyertai kita semua. Amin.
Referensi
ØDr
Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama,
cetakan ke-V, 1999, Mizan
ØProf.
Dr Komaruddin Hidayat, Filsafat Perenial:
Agama Masa Depan
ØProf.
Drs Musrifah Darajah. Sejarah Peradaban
Islam Klasik
ØSejarah Kebudayaan Islam, DepagRI
untuk MAK kelas II tahun 1997
ØProf. Dr Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian
[1] Dr Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam
beragama, cetakan ke-V, 1999, Mizan Jakarta hal Hal. 333
[4] Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Filsafat
Perenial: Agama Masa Depan
Sebagai
catatan beliau adalah rector terpilih dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang akan menggatikan rector yang sekarang yaitu Prof. Dr.
Azyumardi Azra.
[5] Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Psikologi
Kematian
[6]Prof. Drs Musrifah Darajah. Sejarah
Peradaban Islam Klasik
[7] Dr Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam
beragama, cetakan ke-V, 1999, Mizan Jakarta hal. 335